Ia menjelaskan defisit terjadi karena pendapatan negara sampai akhir Oktober baru Rp1.276,9 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp2.041,8 triliun. Peningkatan belanja terjadi karena adanya dukungan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Defisit kita mencapai Rp764,9 triliun atau 4,67 persen dari GDP. Perpres kita menggambarkan untuk keseluruhan tahun defisit akan mencapai Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari GDP," kata dia dalam video conference di Jakarta, Senin, 23 November 2020.
Sri Mulyani merinci pendapatan negara pada Oktober kemarin mengalami perlambatan minus 15,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Pendapatan negara juga baru 75,1 persen dari target dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp1.699,9 triliun.
Adapun belanja negara justru mengalami pertumbuhan sebesar 13,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Realisasi belanja negara sudah mencapai 74,5 persen dari alokasi dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp2.739,2 triliun.
Meski begitu, Sri Mulyani menyebut defisit anggaran Indonesia lebih baik dibandingkan negara anggota G20. Pasalnya, untuk tahun ini defisit anggaran diproyeksikan hanya 6,34 persen dari PDB, sedangkan negara lain bisa mencapai angka double digit.
"Indonesia countercyclical-nya atau melakukan fiskal support untuk ekonomi yang kontraksi masih di dalam yang disebut cukup relatif modest (rendah), tidak seperti negara lain yang kontraksinya bahkan mencapai 20 atau belasan persen," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News