Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (MI/ARYA MANGGALA)
Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (MI/ARYA MANGGALA)

Neoliberalisme Hambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Gervin Nathaniel Purba • 15 September 2015 16:39
medcom.id, Jakarta: Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tampak biasa-biasa saja disebabkan Indonesia menganut kebijakan ekonomi neoliberalisme atau sebuah sistem yang diserahkan kepada mekanisme pasar
 
Menurut Rizal, akibat dari Indonesia menganut kebijakan ekonomi neoliberalisme adalah pertumbuhan ekonomi tidak pernah mampu berada di atas angka 10 persen. Untuk itu, perlu ada upaya lain agar pertumbuhan ekonomi lebih maksimal tanpa menyampingkan kualitas pertumbuhan.
 
"Kenapa Indonesia tumbuhnya biasa-biasa saja dan paling rendah di Asian Five. Pertama, kita menganut kebijakkan ekonomi neoliberalisme. Apa itu? Pada dasarnya semua diserahkan kepada pasar," ujar Rizal Ramli, saat memberikan paparan, di Gedung Widya Graha Lipi, Jakarta Selatan, Selasa (15/9/2015).

Ia menambahkan, tidak  ada negara penganut sistem ekonomi neoliberalisme di dunia ini yang mampu membawa peningkatan bagi kesejahtaraan masyarakat. Malahan, negara tersebut akan terus bergantung dengan negara lain, seperti halnya utang.
 
Selain itu, lanjutnya, negara di seluruh dunia telah melakukan liberasi keuangan namun tidak melakukan liberasi tenaga kerja. Jika liberasi tenaga kerja diterapkan maka akan memicu perpindahan tenaga kerja ke negara barat karena dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan hidup.
 
"Kalau mau liberalisasi, harusnya semua di liberalisasi. Tidak ada di seluruh (negara di) dunia neoliberalisme meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Neoliberalisasi itu pintu masuknya neokolonialisme," ungkap Rizal Ramli.
 
Lebih lanjut Rizal mengatakan, jika Indonesia menginginkan perekonomian bisa lebih maju maka sistem ekonomi yang selama ini diterapkan harus diubah. Salah satunya dengan mengurangi utang kepada sejumlah negara seperti Tiongkok dan Jepang.
 
"Jepang itu sampai 1985 nyaris tidak pernah utang. Jepang menjadi besar bukan karena pinjaman luar negeri. Tiongkok sampai sekarang juga tidak. Kita bisa mengubah Indonesia dengan policy dan strategy. Tidak hanya dengan uang. Kita selalu dicekoki dengan uang. Proyek, proyek, proyek," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan