Ia menjelaskan artinya Indonesia hanya bisa mengumpulkan 63,58 persen dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut. Hal ini karena terlalu banyak pengecualian PPN atas barang dan jasa.
"Ada empat kelompok barang dan 17 kelompok jasa yang dikecualikan dari PPN," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin, 28 Juni 2021.
Selain itu terlalu banyak fasilitas PPN yang dibebaskan dan tidak dipungut. Ia bilang hal ini menyebabkan distorsi dan terjadinya ketimpangan sektor usaha pada produk domestik bruto (PDB) dan PPN dalam negeri.
"Terjadi ketimpangan antarsektor dan juga ketidakadilan antarpelaku ekonomi yang tidak mendapatkan fasilitas," ujar dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan ketimpangan kontribusi sektor usaha pada PDB dan PPN dalam negeri terlihat pada sektor pertanian, jasa keuangan, jasa pendidikan dan jasa kesehatan.
Jasa pertanian memiliki share atau sumbangan terhadap PDB sebesar 14,2 persen di 2020 namun sumbangan pada PPN hanya 1,9 persen. Sektor jasa keuangan memiliki sumbangan 4,7 persen dalam PDB, namun sumbangan pada PPN hanya 1,3 persen. Ia bilang sektor jasa keuangan lebih banyak terefleksikan di Pajak Penghasilan (PPh).
Sementara itu sektor jasa pendidikan sumbangan terhadap PDB 3,7 persen, namun share terhadap PPN hanya 0,1 persen. Demikian juga jasa kesehatan yang menyumbang PDB 1,4 persen, ke PPB hanya 0,2 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News