Ia mengatakan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan barang pokok seperti beras biasa bukan yang premium akan dibebaskan dari PPN. Pasalnya barang dan jasa ini memang kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat banyak.
"Supaya mereka tidak terkena 11 persen, mereka diberikan kemungkinan untuk mendapatkan tarif yang hanya 1, 2, dan 3 persen. Itu juga konsep keadilan dari PPN," kata dia dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Kamis, 24 Maret 2022.
PPN lebih kecil
Sri Mulyani membandingkan kenaikan PPN Indonesia menjadi 11 persen dengan negara-negara di G20 dan OECD. Menurut dia, rata-rata PPN di negara tersebut sekitar 15 persen atau bahkan 15,5 persen, sehingga PPN di Indonesia masih jauh lebih kecil.Kenaikan PPN ini dilakukan untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang dan membantu membiayai APBN, khususnya dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ini juga termasuk pemberian berbagai insentif bagi pelaku UMKM.
"Jadi kalau Indonesia dari 10 ke 11 persen itu untuk PPN ikut kontribusi dan tadi PPh-nya makin adil, menunjukkan perbedaan. Dan juga dari sisi untuk UMKM, masyarakat tidak mampu diberikan bantuan. Itu yang disebut konsep keadilan," ungkapnya.
Reformasi perpajakan
Ia menambahkan, reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diperlukan untuk memperluas basis pajak, menciptakan keadilan dan kesetaraan, memperkuat administrasi, dan meningkatkan kepatuhan perpajakan."Jadi inilah yang kita sebutkan menata pondasi pajak kita. Walaupun dari sisi PPN, untuk hal yang dianggap merupakan suatu barang jasa yang bisa diberikan tarif 11 persen, maka dia akan 11 persen. Tapi untuk yang merupakan bahan kebutuhan masyarakat pokok, kita berikan dibebaskan atau ditanggung pemerintah atau dengan tarif yang jauh lebih kecil," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News