Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjamin hal tersebut dilakukan secara hati-hati. "Tambahan bantalan satu persen menjadi 5,2 persen, strategi defisit dan pembiayaan (dilakukan) hati-hati," kata Ani sapaan akrab dirinya dalam sebuah konferensi pers, di Jakarta, Selasa, 28 Juli 2020.
Ia memastikan pemerintah akan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan. Pemerintah akan mengandalkan penerbitan SBN baik di domestik maupun global, baik konvensional maupun syariah, baik retail maupun non-retail untuk mendapatkan komposisi yang terbaik.
"Kita akan jaga dan BI sesuai SKB pertama jadi stand by buyer. Kita akan diskusi dengan BI, bagaimana BI akan tetap menjadi peserta lelang reguler atau mereka akan melakukan green shoe atau private placement," tutur Ani.
Di samping penerbitan SBN, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan pemerintah juga akan mencari sumber pembiayaan lain baik dari bilateral maupun multilateral agar dapat dana yang relatif yang lebih muran serta mendorong produktivitas maksimal.
"(Pemerintah) melakukan pengelolaan dari outstanding utang secara hati-hati karena defisit meningkat debt to GDP ratio kita bisa mendekati 40 persen," jelas Ani.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara rasio utang dipatok pada batas 60 persen dari PDB. Selama ini, rasio utang memang dijaga di bawah 30 persen. Namun menurut data dari Kemenko Maritim dan Investasi, di 2020 dan 2021 dengan adanya penambahan defisit maka rasio utang terhadap PDB berada di level 37,6 persen, bahkan diprediksi meningkat ke 38,2 persen di 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id