Namun demikian, lanjutnya, pembatalan tersebut tentu nantinya dengan mempertimbangkan berbagai macam hal. Pertimbangan itu bisa saja berdasarkan penilaian kinerja perusahaan BUMN yang dilakukan di komisi terkait sehingga pemberian PMN ini tidak diberikan begitu saja.
Dalam hal ini, Fadel tidak menampik bila anggaran PMN di tahun ini merupakan yang terbesar di mana di tahun-tahun sebelumnya belum pernah mencapai jumlah Rp44,48 triliun. Tentu disayangkan bila tiap tahun anggaran PMN terus mengalami peningkatan, tetapi kinerja BUMN belum maksimal berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Bisa (dibatalkan). Pertimbangannya kalau memang tidak perlu dan terlalu berlebihan. Angkanya, misalkan, mengkhawatirkan. PMN kan tidak pernah ada yang begitu besar, bisa dibahas ulang di komisi XI," jelas Fadel, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015).
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro sepakat dengan pandangan-pandangan fraksi yang menyatakan pencairan PMN harus dapat persetujuan komisi teknis terkait. Pencairan semua PMN harus dibahas melalui Komisi XI. Sehingga bisa saja meski sudah dianggarkan, DPR menolak mencairkan.
"Karena itu harus tepat sasaran dan harus dijaga. Kita sepakat nanti pencairannya pun DPR harus membedah lebih dalam dari komisi terkait. Dengan memberikan persetujuan atau penolakan," ungkap Bambang seraya menambahkan BUMN yang menerima PMN dan Kementerian BUMN harus memberikan argumentasi yang kuat ke komisi yang melakukan pembedahan terkait PMN ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News