Jakarta: Ekonom Universitas Indonesia (UI) Anton H. Gunawan memperkirakan laju inflasi Indonesia masih relatif tinggi sekitar empat sampai lima persen di 2023. Hal ini didorong dengan adanya penurunan sejumlah komoditas yang ada, utamanya dari pangan. Namun, angka tersebut masih terbilang lebih rendah dibanding perkiraan inflasi di tahun ini sekitar lima sampai enam persen.
"Inflasi di tahun depan bukan sesuatu hal yang sangat menakutkan. Masih relatif tinggi, jangan berharap di kisaran sebelum pandemi, tapi ke arah empat sampai lima persen karena turunnya harga komoditas," ujarnya dalam Diskusi Zoomnomics oleh FEB Universitas Indonesia, dikutip Senin, 12 September 2022.
Tingginya proyeksi inflasi tahun ini, kata Anton, disebabkan adanya implikasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), lalu melonjaknya harga pangan.
Ia mencontohkan, dampak penyesuaian harga BBM mengerek pada kenaikan tarif layanan angkutan barang sebesar 25 persen, data dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo). "Dampak kenaikan tarif BBM ini berefek pada pengaruh peningkatan inflasi tahun ini," ucap Anton.
Namun, di tahun depan laju inflasi tinggi diyakini bisa diredam dengan kebijakan pemerintah dalam menahan krisis pangan supaya tidak bergejolak tinggi dan kebijakan fiskal lainnya.
"Dalam upaya menurunkan defisit di bawah tiga persen itu saya masih ada kemungkinan, terbuka peluang walaupun subsidi (BBM) masih relatif tinggi," sebutnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan defisit APBN 2023 tidak boleh lebih dari tiga persen. Hal tersebut disampaikan kepala negara saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 8 Agustus 2022.
Namun, target tersebut dianggap pemerintah bukan hal yang mudah. Pasalnya, di 2023 nanti harga berbagai komoditas unggulan akan mengalami penurunan. Itu jelas akan mempengaruhi pemasukan dari aspek yang berkaitan dengan kegiatan ekspor.
"Inflasi di tahun depan bukan sesuatu hal yang sangat menakutkan. Masih relatif tinggi, jangan berharap di kisaran sebelum pandemi, tapi ke arah empat sampai lima persen karena turunnya harga komoditas," ujarnya dalam Diskusi Zoomnomics oleh FEB Universitas Indonesia, dikutip Senin, 12 September 2022.
Tingginya proyeksi inflasi tahun ini, kata Anton, disebabkan adanya implikasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), lalu melonjaknya harga pangan.
Ia mencontohkan, dampak penyesuaian harga BBM mengerek pada kenaikan tarif layanan angkutan barang sebesar 25 persen, data dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo). "Dampak kenaikan tarif BBM ini berefek pada pengaruh peningkatan inflasi tahun ini," ucap Anton.
Baca juga: Kadin: Kenaikan Harga BBM Tak akan Berimbas pada Kenaikan Gaji Pekerja |
Namun, di tahun depan laju inflasi tinggi diyakini bisa diredam dengan kebijakan pemerintah dalam menahan krisis pangan supaya tidak bergejolak tinggi dan kebijakan fiskal lainnya.
"Dalam upaya menurunkan defisit di bawah tiga persen itu saya masih ada kemungkinan, terbuka peluang walaupun subsidi (BBM) masih relatif tinggi," sebutnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan defisit APBN 2023 tidak boleh lebih dari tiga persen. Hal tersebut disampaikan kepala negara saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 8 Agustus 2022.
Namun, target tersebut dianggap pemerintah bukan hal yang mudah. Pasalnya, di 2023 nanti harga berbagai komoditas unggulan akan mengalami penurunan. Itu jelas akan mempengaruhi pemasukan dari aspek yang berkaitan dengan kegiatan ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News