Menkeu Bambang Brodjonegoro (Foto: MTVN/Suci Sedya Utami)
Menkeu Bambang Brodjonegoro (Foto: MTVN/Suci Sedya Utami)

Pemda Lambat Serap Anggaran, Dana Transfer ke Daerah Jadi Surat Utang

Suci Sedya Utami • 21 Agustus 2015 16:41
medcom.id, Jakarta: Menumpuknya dana daerah di perbankan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram. Pasalnya, uang yang banyak mengendap di perbankan tersebut menjadi salah satu penyebebab menurunnya pertumbuhan karena dana negara yang harusnya diserap untuk belanja tak digunakan.
 
Berdasarkan data yang diperoleh, dana daerah yang mengendap di perbankan hingga Juli 2015 terhitung mencapai Rp273,5 triliun. Hal ini menjadi konsen Pemerintah Presiden Jokowi agar dana tersebut benar-benar digunakan untuk pembangunan.
 
Untuk itu, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro untuk mengubah mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah dan dana desa dari cash menjadi Surat Utang Negara (SUN).

"Kita akan convert penyaluran dana ke daerah yang kurang bagus dari cash menjadi SUN. Kita ubah," kata Bambang, dalam mini konferensi pers, di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Jumat (21/8/2015).
 
Bambang menjelaskan penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2016 akan didasari pada laporan penyerapan DAK 2015. Sementara pagu DAK pada 2016 dinaikkan dari Rp664,6 triliun menjadi Rp782,2 triliun. 
 
Sehingga, lanjut Bambang, nantinya pemerintah daerah (pemda) wajib melaporkan kas, realisasi bulanan, dan realisasi triwulan, sehingga dari laporan tersebut dapat dihitung kas yang belum digunakan untuk belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
 
Menurutnya, nanti berdasarkan laporan tersebut akan terlihat berapa besar dana yang mengendap di perbankan. Kriteria dari dana mengendap yakni dana berupa giro, deposito, dan tabungan yang disimpan dan kebutuhannya melebihi belanja APBD selama tiga bulan, maka hukumannya untuk transfer selanjutnya akan dikonversi menggunakan SUN.
 
Analoginya, jika suatu daerah yang setiap bulannya mendapat dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp100 juta per bulan, namun tidak dibelanjakan dan berdasarkan laporan triwulanan dana tersebut melebihi nilai tiga bulan, misalnya, Rp400 juta (normalnya Rp100 juta x tiga bulan = Rp300 juta), berarti bisa dikatakan dana tersebut mengendap atau disebut dana idle. 
 
Berarti, jelas Bambang, pemerintah pusat dibulan berikutnya tidak akan memberikan dana secara cash lagi, namun akan memberikan SUN, dengan harapan dana Rp400 juta yang mengendap tersebut keluar dan terpakai.
 
"Kalau dana tersebut lebih besar dari tiga bulan berarti ada dana idle. Kalau dana idle-nya besar, maka akan diganti SUN dengan tenor tiga bulan nontradable, dan akan bisa dicairkan kalau dana idle telah terpakai, sehingga pemerintah akan buy back atau membeli kembali SUN tersebut," terang Bambang.
 
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Budiarso Teguh Widodo mengatakan ada dua kewajiban pemda ke Kementerian Keungan. Pertama, pemda wajib menyampaikan setiap bulan realisasi APBD. Ke depan laporan ini akan dilakukan dengan sanksi. 
 
Kedua, posisi cashflow dari setiap daerah mulai dari awal bulan dikurangi pengeluaran dan pemasukan akan menjadi saldo akhir, dan saldo akhir tersebut menjadi saldo awal di bulan berikutnya. Jika melampaui tiga bulan belanja, maka sisa itu yang akan ditukar dengan SUN pada bulan berikutnya.
 
"Kalau tidak melaporkan maka akan dilakukan penundaan. Dan nanti akan diatur dalam UU APBN 2015 serta aturan teknisnya akan diatur melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang segera diterbitkan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan