"Sebetulnya memang harus diakui bahwa realisasi penerimaan pajak tidak sebagus yang diharapkan sampai dengan sekarang," kata Darmin di sela-sela paparan kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi-JK, di kantor staf kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa 17 Oktober 2017.
Belum optimalnya penerimaan pajak, kata Darmin, seringkali memicu anggapan jika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) panik dan memburu wajib pajak. Apalagi jika seperti saat ini, yang mana realisasi penerimaan pajak hingga akhir kuartal III baru mencapai Rp770,7 triliun atau 60 persen dari target APBN-P 2017 Rp1.283,57 triliun. Artinya masih ada sisa 40 persen atau sekitar Rp500 triliun lebih yang harus diisi.
Padahal, kata mantan Dirjen Pajak itu, pengejaran dan pemeriksaan yang dilakukan DJP pada wajib pajak berdasar dari data-data, seperti data yang bersumber dari tax amnesty.
"Memang dari sana mereka banyak terlihat yang dikerjakan tiba-tiba muncul, bukan karena panik tapi data banyak yang muncul," ujar Darmin.
Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan jika melihat penerimaan pajak dari sisi nonmigas, mengalami penyusutan dibanding periode yang sama tahun lalu, dari Rp476,8 triliun menjadi Rp418 triliun.
Namun kata Mardiasmo, tahun lalu sudah memasukkan penerimaan dari tax amnesty, yang mana tahun ini kebijakan tersebut tak terulang. Jika penerimaan dari tax amnesty dikurangi, maka penerimaan pajaknya pun akan terlihat positif.
Di sisi lain, realisasi baru-baru ini menunjukkan adanya kenaikan pada pajak pertambahan nilai (PPN) yang tentunya menggambarkan perbaikan di ekonomi, terutama daya beli.
"PPN kan menggambarkan konsumsi. Ini menunjukkan bahwa ekonomi kita cukup bagus," kata Mardiasmo.
Lebih jauh, kendati secara keseluruhan penerimaan pajak masih banyak kurangnya, namun pemerintah bungkam mengakui akan adanya shortfall yang lebih lebar dan tak berminat untuk merevisi target hingga akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News