Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kebijakan LCS yang diambil Bank Indonesia (BI) sudah tepat. Mengingat saat ini share dari perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor dengan AS juga rendah.
"Ekspor kita ke AS itu hanya 11 persen dari share ekspor. Dari impor itu sekitar 6,3 persen, jadi kecil. Tapi dari sisi penggunaan dolar AS itu ekspor 95,1 persen dan impornya 84,3 persen," kata dia dalam Finance Track Main & Side Event February Series, Rabu, 16 Februari 2022.
Ia menyebut, perkembangan penggunaan LCS di kalangan pengusaha cukup baik. Total transaksi dengan mata uang lokal tahun lalu mencapai sekitar USD2,53 miliar atau naik tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang baru USD797 juta.
Namun begitu, Haryadi menilai, perlu ada dukungan lebih lanjut dari kebijakan LCS ini dengan otoritas lainnya. Salah satu yang menjadi hambatan adalah kewajiban penggunaan underlying untuk mengkonversi mata uang tanpa ada batas yang jelas.
"Karena sekarang harus pakai underlying, biar Rp1 juta dikoversi mesti ada underlying-nya. Buat apa? Kami mengusulkan pakai threshold, misalnya minimal 500 ribu yen Jepang itu Rp1,2 miliar, kalau di bawah Rp1,2 miliar jangan tanya underlying-nya," ungkap dia.
Kedua, ia mengusulkan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar bisa mempermudah regulasi di perbankan. Menurut dia, apabila perbankan juga diberikan kelonggaran tentu akan memberikan dampak lebih maksimal untuk kebijakan ini.
"Kita mengharapkan juga semangatnya dari otoritas kita baik dari BI, terutama OJK ikut mendukung supaya ini menjadi suatu yang menarik. Kalau semangatnya kita memberi kelonggaran itu kita akan mendapat impact-nya yang akan besar," lanjutnya.
Ketiga, yaitu masalah sosialisasi kepada masyarakat karena penggunaan mata uang lokal ini juga bisa digunakan untuk para pekerja migran atau pelajar Indonesia di luar negeri. Terakhir, ia mengusulkan perluasan kerja sama LCS dengan negara lain.
"Kita minta ini bisa diperluas lagi negara-negara yang ikut. Tadi kan juga sudah disampaikan seperti misalnya India, Korea Selatan, Arab Saudi, Rusia, dan negara-negara lain yang kita pandang punya potensi besar dengan kita," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News