Salah satu saham bank digital, PT Bank Jago Tbk (ARTO) akhirnya keluar dari tekanan. Pada perdagangan Selasa kemarin, saham Bank Jago ditutup menguat 2,83 persen ke level Rp12.700 dengan nilai transaksi mencapai Rp542 miliar di mana asing melakukan beli bersih (net buy) senilai Rp55,93 miliar di seluruh pasar.
Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp24,71 miliar dilakukan di pasar negosiasi. Menurut Hans, penguatan harga saham Jago tersebut mematahkan siklus penurunan harga selama sebulan terakhir.
Sejak emiten penghasil batubara, CPO dan bank besar pesta gila gilaan, saham Jago justru menyelam di kedalaman Rp12.300 dari posisi Rp16 ribu pada akhir September.
Penguatan tersebut karena saham Jago sudah masuk fase jenuh jual. Seperti diketahui, beberapa waktu terakhir saham Jago telah melemah cukup signifikan, karena derasnya aksi jual saham, khususnya yang dilakukan investor asing.
"Ketika tekanan jual mereda, investor mulai mengakumulasi kembali saham ini," ujar Hans.
Selain itu, investor asing belakangan cenderung masuk ke bank-bank konvensional karena terpicu bangkitnya sektor komoditas. Dalam perspektif investor, saat ini hanya bank konvensional yang paling banyak menyalurkan kredit ke sektor komoditas, bukan bank digital.
Jadi, ketika harga komoditas terbang tinggi, investor beranggapan bank bank besar bakal ikut ketiban berkah. Fenomena tersebut menjelaskan mengapa investor melakukan aksi ambil untung (profit taking) dari emiten yang telah menikmati kenaikan harga saham selama pandemi, seperti farmasi, teknologi dan bank digital. Setelah itu, mereka merotasi portofolio dengan memperbanyak saham komoditas, konsumer dan bank besar.
Akan tetapi, Hans menilai situasi tersebut bersifat sementara. Investor tetap menaruh harapan besar terhadap saham bank digital, namun lebih selektif. Bank yang menyandang status fully digital, dan terintegrasi dengan ekosistem, diyakini bakal kembali menjadi primadona.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News