"Perlambatan terjadi pada mayoritas komponen M1 (uang beredar dalam arti sempit) dan uang kuasi. Pertumbuhan M1 pada Mei 2021 tercatat 12,6 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 17,4 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh perlambatan peredaran kartal serta giro rupiah," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam Analisis Uang Beredar Mei 2021, Selasa, 22 Juni 2021.
Sementara itu, kartal tercatat sebesar Rp743,7 triliun atau tumbuh 8,6 persen (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebsar 15,6 persen (yoy) seiring dengan kembali normalnya kebutuhan uang tunai masyarakat pasca hari raya Idulfitri. Di sisi lain, giro rupiah masyarakat tumbuh 15,5 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 18,7 persen (yoy).
Adapun dana float (saldo) uang elektronik yang diterbitkan bank tumbuh positif sebesar 31,4 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 28,1 persen (yoy). Dana float pada Mei 2021 tercatat Rp2,9 triliun dengan pangsa 0,16 persen terhadap M1.
Erwin melanjutkan, untuk uang kuasi tercatat sebesar Rp5.114,8 triliun dengan pangsa 73,1 persen terhadap M2 atau mengalami perlambatan dari 9,7 persen (yoy) pada April 2021 menjadi 6,8 persen (yoy). Perlambatan terjadi pada hampir seluruh instrumen uang kuasi, baik tabungan, simpanan berjangka rupiah, serta giro valuta asing (valas).
"Simpanan berjangka valas masih terkontraksi namun menunjukkan perbaikan. Sementara itu, surat berharga selain saham masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar minus 25,6 persen (yoy), meskipun tidak sedalam pertumbuhan negatif bulan sebelumnya yang negatif 28,2 persen (yoy). Hal tersebut seiring meningkatnya tagihan akseptasi korporasi non bank dalam rupiah dan valas," papar Erwin.
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, perkembangan M2 pada Mei 2021 terutama dipengaruhi oleh perlambatan aktiva luar negeri bersih yang tumbuh sebesar 6,4 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan April 2021 sebesar 10,7 persen (yoy).
Erwin mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh perlambatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk terutama berupa kepemilikan surat berharga. Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat meningkat dari 45,0 persen (yoy) menjadi 61,4 [ersen (yoy).
"Peningkatan tersebut disebabkan oleh perlambatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah pusat berupa simpanan dalam rupiah maupun valas. Penyaluran kredit pada Mei 2021 mengalami kontraksi sebesar minus 1,3 persen, tidak sedalam kontraksi bulan April 2021 sebesar negatif 2,4 persen (yoy) sejalan dengan perbaikan penyaluran kredit modal kerja dan konsumsi," pungkas Erwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News