Mengutip data Bloomberg, Kamis, 15 September 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp14.897,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat 10 poin atau setara 0,07 persen dari posisi Rp14.907 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp14.886 per USD hingga Rp14.911 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 4,45 persen.
Data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah bernyali terhadap USD. Rupiah bertengger di posisi Rp14.890 per USD, menguat 15 poin atau 0,10 persen dari Rp14.905 per USD.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Namun mata uang Garuda pada penutupan perdagangan diperkirakan melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.890 per USD hingga Rp14.930 per USD," jelasnya.
Baca juga: Dolar AS Tumbang di Tengah Rilis Data Indeks Harga Produsen |
Hal ini didorong oleh sentimen penguatan dolar AS setelah laporan inflasi AS yang lebih panas dari perkiraan. Harga Konsumen menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 8,3 persen untuk Agustus, di atas perkiraan 8,1 persen yang kemungkinan akan mengatur nada menjelang pertemuan Federal Reserve minggu depan.
"Inflasi AS ternyata lebih kuat dari yang diharapkan pada Agustus. Secara khusus, apa yang disebut 'core CPI' naik 0,6 persen, dua kali lipat dari yang diharapkan, dan mendorong tingkat inflasi inti tahunan naik menjadi 6,3 persen dari 5,9 persen di Juli. Itu yang tertinggi sejak tertinggi 40 tahun yang dicapai pada Maret," sebutnya.
Para ekonom telah memperingatkan The Fed pada akhirnya dapat mendorong Amerika Serikat ke dalam resesi yang dalam dengan kenaikan suku bunga paling tajam dalam empat dekade terakhir. Sektor perumahan yang terbang tinggi dan pasar saham yang pernah bergairah bisa berakhir sebagai korban The Fed.
Pasar telah memperkirakan kemungkinan besar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin minggu depan, tetapi kemungkinan kenaikan suku bunga penuh satu persen juga sedang dipertimbangkan.
"Perkiraan awal menunjukkan produk domestik bruto AS, atau PDB, kemungkinan berkontraksi sebesar 0,6 persen pada kuartal kedua setelah perlambatan 1,6 persen pada kuartal pertama. Dua kuartal berturut-turut pertumbuhan PDB biasanya menempatkan ekonomi dalam resesi," pungkas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News