Mengutip data Bloomberg, Kamis, 28 November 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.871 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 63 poin atau setara 0,40 persen dari posisi Rp15.934 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 63 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 80 poin di level Rp15.871 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.934 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp15.865 per USD. Rupiah naik sebanyak 59 poin atau setara 0,37 persen dari Rp15.924 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.864 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik sebanyak 66 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp15.930 per USD.
Baca juga: Pascalibur Pilkada Serentak, Rupiah Pagi Ini Sukses Bekuk Dolar AS |
Ekonomi RI diramal tumbuh 5,2%
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2 persen pada 2025 dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan 5,1 persen pada 2024. Sedangkan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada level 5,2 persen pada asumsi dasar makro dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024 dan 2025.
OECD menilai konsumsi akan tetap kuat dan investasi swasta kemungkinan akan meningkat. Defisit fiskal akan sedikit melebar karena belanja publik untuk Ibu Kota Nusantara, tetapi diproyeksikan akan tetap di bawah batas tiga persen. Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan terus menurunkan suku bunga pada akhir 2024 dan 2025.
Di sisi lain, OECD melaporkan setidaknya terdapat tiga hal yang bisa menyebabkan perubahan besar dalam proyeksi tersebut. Pertama, lonjakan baru dalam harga pangan dan energi. Hal ini berpotensi menyebabkan biaya hidup yang lebih tinggi dan beban fiskal subsidi. Sehingga, OECD menyarankan adanya reformasi dari subsidi agar lebih tepat sasaran (targeted).
Kedua, perubahan minat investor untuk risiko di negara berkembang. Hal ini berpotensi menyebabkan peningkatan suku bunga dan menyebabkan arus keluar mata uang. Dengan demikian, OECD menyarankan untuk mempertahankan pemberian pinjaman yang hati-hati dengan rasio cakupan yang memadai; menjaga tingkat cadangan mata uang.
Ketiga, bencana alam. OECD menilai Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam, seperti cuaca ekstrem, aktivitas vulkanik dan gempa, yang dapat menimbulkan biaya fiskal, ekonomi dan sosial yang besar. Sehingga, OECD menyarankan untuk menggabungkan iklim ke dalam uji stres keuangan dan peraturan perencanaan lahan serta meningkatkan cakupan asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id