"Dolar mempertahankan kekuatan setelah pertemuan Fed yang hawkish dolar mendapat dorongan minggu lalu setelah Federal Reserve AS mengindikasikan suku bunga akan lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama, mengejutkan pasar dengan prediksinya yang bersifat hawkish," ungkap Ibrahim dalam analisis harian, dikutip Selasa, 26 September 2023.
Menurut dia, hal ini sangat kontras dengan negara-negara lain di Inggris dan Swiss, yang keduanya menghentikan siklus kenaikan suku bunga. Di sisi lain, Bank of Japan (BoJ) mempertahankan kebijakan moneternya yang sangat akomodatif.
"Hal ini mengikuti nada yang relatif dovish dari Bank Sentral Eropa pada minggu sebelumnya," jelas Ibrahim.
Adapun pembicara bank sentral dan data inflasi akan dirilis. Data awal harga konsumen September tersebut akan dirilis pada akhir minggu ini, sementara ada juga data inflasi utama AS yang dijadwalkan pada Jumat.
Sebelumnya, rilis sentimen bisnis Ifo Jerman akan dirilis pada Senin, dan akan memberikan indikasi kesehatan perekonomian terpenting zona euro.
Kekhawatiran baru terhadap pasar properti Tiongkok yang terlilit utang. Raksasa real estat China Evergrande (HK:3333) Group memperingatkan mereka tidak dapat menerbitkan utang baru karena penyelidikan pemerintah terhadap anak perusahaannya Hengda Real Estate Group.
"Hal ini memicu kekhawatiran atas pembekuan utang yang lebih luas di pasar, yang sudah terguncang akibat krisis uang tunai yang parah selama tiga tahun terakhir," beber dia.
Baca juga: Penguatan Dolar AS Menghambat Reli Harga Emas |
Pasar gelisah kenaikan utang pemerintah
Ibrahim mengungkapkan, pasar terus memantau perkembangan utang Pemerintah Indonesia yang terus meningkat dan membuat pasar gelisah, dengan posisi utang pemerintah hingga 31 Agustus 2023 mencapai Rp7.870,35 triliun.
"Jumlah itu naik Rp633,74 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy) dan naik Rp14,82 triliun dibandingkan bulan sebelumnya (mtm)," ujar dia.
Adapun tingkatan utang itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Agustus 2023 menjadi 37,84 persen atau naik dari bulan sebelumnya yang di level 37,78 persen, namun turun dibandingkan akhir tahun lalu 39,70 persen.
Rasio utang tersebut menurun dibandingkan akhir 2022 dan berada di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Rasio ini juga masih sesuai dengan yang ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40 persen.
Diketahui, utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,88 persen dan sisanya pinjaman 11,12 persen.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp6.995,18 triliun. Terdiri dari SBN dalam bentuk domestik sebesar Rp5.663,94 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp4.576,43 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.087,51 triliun.
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing hingga Agustus 2023 sebesar Rp1.331,24 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp1.027,65 triliun dan SBSN Rp303,59 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp875,17 triliun. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp25,11 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp850,05 triliun.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda tersebut akan ditutup kembali melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.390 per USD hingga Rp15.450 per USD," tutup Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News