Kenaikan ini cukup mengejutkan, khususnya dampak ke bunga pinjaman perbankan.
Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, bank umum akan segera lakukan penyesuaian bunga pinjaman dalam waktu yang cepat, meskipun sebagian masih memiliki likuiditas yang gemuk.
"Dampaknya jelas terhadap sektor riil bisa mengurangi minat pelaku usaha meminjam dari perbankan. Bunga jadi lebih mahal, sementara permintaan konsumen lemah," kata Bhima kepada Medcom.id, Jumat, 23 September 2022.
Baca juga: Waduh! BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Dunia di 2022 Makin Seret |
Untuk kredit konsumsi seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraaan Bermotor (KKB), Bhima meramalkan akibat keputusan ini akan sangat berdampak buruk.
"Dalam beberapa bulan kedepan awal (kredit konsumsi) cukup gelap," ucapnya.
"Bank harus bersiap cari cara agar nasabah KPR masih tertarik meminjam. Misalnya promo bunga fix rate untuk KPR diperpanjang hingga lima tahun," imbuhnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, penaikan suku bunga acuan ini tidak serta merta diikuti oleh kenaikan suku bunga perbankan.
"Kenaikan BI rate tentu saja pengaruhnya terhadap kenaikan suku bunga perbankan, tapi akan lebih lambat dari sebelum pandemi karena likuiditas saat ini sangat tinggi," jelas Perry.
"Kami tenggarai elastisitasnya akan lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum covid karena likuiditas yang longgar," ucapnya.
Perry juga mengatakan, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih cukup baik dan memadai di pasar. Dari data BI, pada Agustus 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 26,52 persen. Sedangkan pertumbuhan kredit pada Agustus 2022 tercatat sebesar 10,62 persen (yoy), ditopang oleh peningkatan di seluruh jenis kredit dan pada mayoritas sektor ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News