"Ini merupakan dividen yang paling besar. Juga, dalam sejarah BUMN yang listing di bursa," sebut Ariviyan dalam video conference, Rabu, 10 Juni 2020.
Ariviyan menjelaskan meskipun pembagian dividen ini cukup besar tidak akan mengganggu likuiditas perusahaan. Ia menuturkan, perusahaan masih memiliki uang kas sekitar Rp8 triliun yang bisa digunakan untuk kinerja di masa pandemi dan pengerjaan ekspansi proyek.
"Saat ini posisi kas kita hampir sekitar Rp8 triliun. Posisi kas kita cukup besar walaupun sudah membayarkan dividen. Ini sampai akhir tahun kan juga akan terus bertambah," katanya.
Adapun mengenai kinerja 2019, di tengah tren melemahnya harga batu bara, Ariviyan menyebutkan Bukit Asam mampu mencatatkan laba sebesar Rp4,1 triliun dengan EBITDA sebesar Rp6,4 triliun.
Perseroan juga berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan dari Rp21,2 triliun menjadi Rp21,8 triliun atau sebesar tiga persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 57 persen, penjualan batu bara ekspor sebesar 41 persen, dan aktivitas lainnya sebesar dua persen yang meliputi penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah dan inti sawit, jasa kesehatan rumah sakit, dan jasa sewa.
Pencapaian laba dan pendapatan ini tentu didukung oleh kinerja operasional perusahaan yang mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, produksi batu bara perseroan juga mengalami kenaikan 10,2 persen dari tahun sebelumya atau naik menjadi 29,1 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News