"Nasabah-nasabah semacam ini (menolak dan tidak merespons) maka akan ditinggal di Jiwasraya dengan aset unclean and unclear," ungkap anggota Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya untuk Program Jangka Panjang Mahelan Prabantarikso dalam diskusi virtual, Rabu, 23 Desember 2020.
Ia menjelaskan dalam menawarkan restrukturisasi kepada pemegang polis, perseroan melihat tiga kemungkinan yang terjadi yakni nasabah yang menyetujui restrukturisasi, nasabah yang tidak menyetujui restrukturisasi, dan nasabah yang tidak mengambil keputusan apakah setuju atau tidak terhadap tawaran tersebut.
Setelah proses likuidasi, maka semua menjadi utang piutang. Dengan kata lain, manfaat pemegang polis berpotensi berkurang. "Bisa terjual atau mungkin nanti dilikuidasi oleh kurator atau lembaga yang akan melikuidasi," tegas Mahelan.
Sementara itu, anggota Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya untuk Program Jangka Pendek Farid A. Nasution menjelaskan jika Jiwasraya dilikuidasi, nasabah diperkirakan tidak akan mendapatkan pengembalian polis secara penuh.
"Kalau diasumsikan dilikuidasi hari ini, misalnya tadi aset Jiwasraya Rp15,4 triliun dan utang Rp54 triliun, jadi kalau nilai buku mungkin 20 persen atau 30 persen. Tapi, kalau likuidasi pasti lebih rendah nilainya. Dan saya yakin kalau likuidasi saat ini, nasabah tidak akan dapat lebih dari 20 persen (dari nilai polis)," katanya.
Meski demikian, ia tidak bisa memperkirakan waktu pencairan polis setelah likuidasi. Pasalnya, perusahaan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menjual sejumlah aset.
"(Pencairan) itu tidak sebentar, kami jual Citos saja lebih dari setahun. Sekarang jual aset lain saja setahun masih berproses. Bisa dibilang jangka waktunya, wallahualam-lah," katanya yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan Jiwasraya itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News