Mengutip data Bloomberg, Selasa, 2 Juli 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp16.396 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun sebanyak 75 poin atau setara 0,46 persen dari posisi Rp16.321 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 75 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 90 poin di level Rp16.396 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp16.321 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona merah pada posisi Rp16.390 per USD. Rupiah turun 70 poin atau setara 0,44 persen dari Rp16.319 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp16.384 per USD. Mata uang Garuda tersebut juga melemah sebanyak 29 poin dari perdagangan di hari sebelumnya di level Rp16.355 per USD.
Baca juga: Rupiah Kembali Dilibas Dolar AS |
Manufaktur RI masih ekspansi meski melambat
Sementara itu, dampak penurunan kinerja Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia berada pada level 50,7 pada Juni 2024, turun dari angka 52,1 pada bulan sebelumnya. Meski alami perlambatan ekspansi, industri manufaktur nasional masih menunjukkan kondisi ekspansif yang mampu dipertahankan selama 34 bulan berturut-turut hingga Juni 2024.
Pemerintah mengapresiasi upaya pelaku industri yang terus mempertahankan optimisme dan produktivitas di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Bahkan sektor industri saat ini sudah masuk ke kondisi alarming. Para pelaku industri menurun optimismenya terhadap perkembangan bisnis mendatang.
Sejalan dengan laporan S&P Global, manufaktur nasional kehilangan momentum pada Juni 2024 lantaran kenaikan output, permintaan baru, dan penjualan yang melambat, sehingga level PMI manufaktur Indonesia bulan lalu mengalami penurunan mendalam.
Kondisi tersebut memengaruhi kepercayaan diri industri terhadap kondisi output 12 bulan mendatang yang belum bergerak dari posisi terendah dalam empat tahun pada Mei lalu, sekaligus salah satu yang terendah dalam rekor. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya pesanan dari luar negeri yang dipengaruhi oleh kondisi pasar, restriksi perdagangan, juga regulasi yang kurang mendukung.
Adapun, regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang merelaksasi impor barang-barang dari luar negeri sejenis dengan produk yang diproduksi di dalam negeri. Aturan relaksasi impor dalam beleid tersebut menyebabkan turunnya optimisme para pelaku industri, yang berpengaruh pada penurunan PMI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News