"Produk keuangan syariah bahkan ekonomi syariah kita belum mendominasi kehidupan masyarakat kita yang haus akan produk-produk berbasis syariah. Untuk itu saya sebagai Ketua OJK bersama dengan semua penggerak dan pegiat ekonomi keuangan syariah ini mempunyai tanggung jawab moral bagaimana ke depan bisa bangkit," ucap Wimboh dalam Webinar Perbankan Syariah, Rabu, 10 Februari 2021.
Wimboh mencatat pangsa pasar atau market share keuangan syariah terhadap sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini baru mencapai 9,9 persen. Angka ini masih jauh dari cita-cita terhadap peningkatan market share industri keuangan syariah Indonesia yang sebesar 20 persen.
Dalam perjalanannya, Wimboh menyadari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia harus terintegrasi dengan ekosistem yang saling berkaitan satu sama lain.
"Karena itu pengalaman beberapa puluh tahun sejak pengembangannya di 2000-an ternyata sulit untuk menembus cita-cita 20 persen market share syariah. Ini karena ekosistemnya belum terbangun dengan baik di mana masyarakatnya adalah masyarakat yang didominasi oleh orang-orang yang membutuhkan produk syariah," jelasnya.
Dalam melengkapi ekosistem ekonomi keuangan syariah, perlu pengintegrasian antara lembaga keuangan dengan industri pendukung lainnya seperti wisata ramah muslim (halal tourism), kuliner halal (halal food), busana muslim (Islamic fashion), sistem pendidikan Islami (Islamic education), haji dan umrah, hingga wakaf.
Wimboh menambahkan kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk syariah dengan kemampuan lembaga keuangan syariah masih tidak seimbang. Dibandingkan dengan perbankan konvensional, produk dan layanan keuangan syariah juga jauh lebih kecil.
"Permodalannya juga terbatas di mana masih terdapat enam bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020," urai dia.
Di samping itu, tingkat literasi dan inklusi keuangan syariahnya juga masih rendah. Literasi masyarakat terhadap keuangan syariah hanya 8,93 persen, tertinggal jauh bila dibandingkan literasi masyarakat terhadap keuangan konvensional yang sudah mencapai 38,03 persen.
Demikian pula dengan tingkat inklusi keuangan syariah yang baru sebesar 9,1 persen, jauh ketimbang inklusi keuangan konvensional yang sudah sebesar 76,19 persen. Angka-angka ini pun terus berkembang, sehingga percepatan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah tertinggal dengan konvensional.
Menurut Wimboh, kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat permodalan industri keuangan syariah. Padahal bila mumpuni, inovasi produk dan efisiensi operasional keuangan syariah juga akan berkembang.
"Di samping itu juga terbatasnya mendidik dan meng-hire orang-orang yang mumpuni dalam bidang keuangan ini. Untuk itu dengan demikian maka hasilnya competitiveness (daya saing) layanan keuangan syariah jauh tertinggal dibandingkan dengan yang nonsyariah," pungkas Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News