Ilustrasi transaksi menggunakan mata uang Rupiah - - Foto: MI/ Angga Yuniar
Ilustrasi transaksi menggunakan mata uang Rupiah - - Foto: MI/ Angga Yuniar

Rapat Bulanan The Fed Diproyeksi Dorong Penguatan Rupiah

Husen Miftahudin • 20 September 2021 16:23
Jakarta: Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksi nilai tukar rupiah dan mata uang beberapa negara berkembang akan mulai menguat.
 
Hal ini seiring dengan terpusatnya fokus pasar pada rapat bulanan Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting Federal Reserve (The Fed) pada Selasa-Rabu, 21-22 September 2021.
 
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam rilis Analisis Makroekonomi Edisi September 2021 mengatakan kenaikan aliran arus modal masuk pada awal September 2021 dari USD8,39 juta menjadi USD9,06 juta turut berpengaruh terhadap penguatan nilai tukar terhadap USD pada tingkat Rp14.210.

"Meskipun, penguatan rupiah hanya berlangsung sementara dengan tercatatnya depresiasi sebesar 1,44 persen (ytd) pada minggu setelahnya," ujar Riefky dalam hasil analisisnya, dikutip Senin, 20 September 2021.
 
Namun demikian, lanjut Riefky, nilai mata uang Garuda tersebut masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara beberapa berkembang lainnya seperti Malaysia maupun Thailand yang masing-masing mencatatkan nilai depresiasi sebesar 3,73 persen (ytd) dan 10,40 persen (ytd).
 
Sementara itu, beberapa negara mencatatkan penguatan nilai tukar, seperti Rusia dan Brasil, menyusul langkah agresif yang diambil bank sentral masing-masing dalam menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan tekanan inflasi (Rusia meningkatkan suku bunga acuan sebesar 2,25 persen dan Brasil sebesar 3,25 persen).
 
Di sisi lain, cadangan devisa menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan ke level USD145 miliar. Nilai tersebut tercatat sebagai nilai cadangan devisa tertinggi sepanjang tahun ini. Salah satu pendorong naiknya cadangan devisa adalah diberikannya Special Drawing Rights (SDR) dari Dana Moneter Internasional (IMF) kepada negara anggota, termasuk Indonesia.
 
"Nilai cadangan devisa yang tercatat saat ini mampu untuk membiayai impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,7 bulan ke depan. Dengan tingginya nilai devisa maka diharapkan Bank Indonesia memiliki cukup amunisi untuk menghadapi guncangan nilai tukar di masa depan," harapnya.
 
Di sisi lain, penurunan kasus infeksi covid-19 yang cukup persisten sejak pertengahan Juli juga telah mengakibatkan adanya pelonggaran PPKM. Hal ini secara praktis membuat beberapa sektor dan aktivitas bisnis dapat kembali berjalan meskipun harus tetap berada di bawah protokol kesehatan yang ketat.
 
"Namun, kondisi saat ini masih tetap dibayangi ketidakpastian serta belum terlihatnya peningkatan permintaan yang signifikan, sehingga rencana pemulihan ekonomi menjadi lebih terbatas. Selain itu, ditemukannya varian baru hasil mutasi virus covid-19 juga membuat munculnya peluang baru dalam lonjakan angka kasus, jika pemerintah dan masyarakat tidak secara matang melakukan antisipasi," tutup Riefky.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan