Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri keuangan syariah harus memprioritaskan segmen ritel serta segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini dilakukan untuk mendukung para pelaku usaha yang mayoritas berada pada segmen tersebut.
"Poin penting pengembangan syariah adalah mengutamakan ritel dan UMKM di dalam negeri. Pengalaman-pengalaman sebelumnya kalau kita lihat di perbankan syariah yang mengalami permasalahan kredit itu adalah yang komersial," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Webinar Outlook Ekonomi Syariah Indonesia 2021, Selasa, 19 Januari 2021.
Selain itu, lembaga jasa keuangan syariah juga harus mengembangkan produk dan layanan yang punya daya saing tinggi di samping meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah. Terkait hal ini, teknologi memungkinkan untuk membantu meningkatkan literasi dan edukasi masyarakat terkait produk dan layanan jasa keuangan syariah.
"Produk berbasis teknologi syariah itu harus menjadi yang pertama agar setiap ada produk baik yang ada di konvensional maupun yang di syariah itu harus selevel dan timing-nya harus bareng. Kalau belakangan, justru costumer-nya sudah disabet nonsyariah duluan. Ini merupakan cambuk bagi kita semua," tegasnya.
Wimboh mengakui produk dan layanan keuangan berbasis syariah masih terbatas, untuk itu perlu meningkatkan produk layanan yang lebih luas dan akses yang lebih baik. Terkait ini OJK telah mengeluarkan securities crowdfunding (SCF) dengan prinsip syariah terhadap produk pasar modal syariah.
"Kita sudah coba produk pasar modal berbasis syariah, yakni securities crowdfunding yang syariah sudah kita bangun sehingga nanti itu akan menjadi variasi yang lebih banyak dari produk-produk syariah. Ini produk-produk ritel yang harus mewarnai," tutur dia.
Selanjutnya, memperkuat dan meningkatkan penerapan teknologi dalam pengembangan layanan jasa keuangan syariah. Kemudian memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang tangguh agar mampu menerapkan teknologi dalam inovasi produk dan layanan.
"Jangan lupa dan ketinggalan bahwa digital bank yang berbasis syariah harus ada juga. Itu semua sudah kami masukkan dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) Tahun 2021-2025 yang kemarin sudah kita launch, semua ada disitu, tinggal bagaimana kita bersama-sama untuk action. Action lebih penting daripada hanya menjadi slogan-slogan saja," jelas Wimboh.
Ia kembali mengingatkan agar lembaga jasa keuangan syariah harus memprioritaskan ritel dan UMKM agar dapat meningkatkan skala bisnis. Dengan adanya ritel dan UMKM yang kuat, otomatis akan meningkatkan pengembangan industri ekonomi dan keuangan syariah nasional.
"Oleh karena itu dibutuhkan satu offtaker yang berbasis ekonomi dan keuangan syariah. Ini juga harus didukung dengan satu ekosistem yang lengkap termasuk bagaimana industri halalnya, tourism halalnya, hotel yang halal, sehingga industri halalnya otomatis akan berkembang. Ini harus kita lakukan bersama-sama bersinergi agar cita-cita bersama ini bisa tercapai segera dan syariah akan mempunyai kontribusi yang lebih signifikan kepada pengembangan sektor keuangan dan ekonomi kita," tutup Wimboh.
"Poin penting pengembangan syariah adalah mengutamakan ritel dan UMKM di dalam negeri. Pengalaman-pengalaman sebelumnya kalau kita lihat di perbankan syariah yang mengalami permasalahan kredit itu adalah yang komersial," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Webinar Outlook Ekonomi Syariah Indonesia 2021, Selasa, 19 Januari 2021.
Selain itu, lembaga jasa keuangan syariah juga harus mengembangkan produk dan layanan yang punya daya saing tinggi di samping meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah. Terkait hal ini, teknologi memungkinkan untuk membantu meningkatkan literasi dan edukasi masyarakat terkait produk dan layanan jasa keuangan syariah.
"Produk berbasis teknologi syariah itu harus menjadi yang pertama agar setiap ada produk baik yang ada di konvensional maupun yang di syariah itu harus selevel dan timing-nya harus bareng. Kalau belakangan, justru costumer-nya sudah disabet nonsyariah duluan. Ini merupakan cambuk bagi kita semua," tegasnya.
Wimboh mengakui produk dan layanan keuangan berbasis syariah masih terbatas, untuk itu perlu meningkatkan produk layanan yang lebih luas dan akses yang lebih baik. Terkait ini OJK telah mengeluarkan securities crowdfunding (SCF) dengan prinsip syariah terhadap produk pasar modal syariah.
"Kita sudah coba produk pasar modal berbasis syariah, yakni securities crowdfunding yang syariah sudah kita bangun sehingga nanti itu akan menjadi variasi yang lebih banyak dari produk-produk syariah. Ini produk-produk ritel yang harus mewarnai," tutur dia.
Selanjutnya, memperkuat dan meningkatkan penerapan teknologi dalam pengembangan layanan jasa keuangan syariah. Kemudian memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang tangguh agar mampu menerapkan teknologi dalam inovasi produk dan layanan.
"Jangan lupa dan ketinggalan bahwa digital bank yang berbasis syariah harus ada juga. Itu semua sudah kami masukkan dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) Tahun 2021-2025 yang kemarin sudah kita launch, semua ada disitu, tinggal bagaimana kita bersama-sama untuk action. Action lebih penting daripada hanya menjadi slogan-slogan saja," jelas Wimboh.
Ia kembali mengingatkan agar lembaga jasa keuangan syariah harus memprioritaskan ritel dan UMKM agar dapat meningkatkan skala bisnis. Dengan adanya ritel dan UMKM yang kuat, otomatis akan meningkatkan pengembangan industri ekonomi dan keuangan syariah nasional.
"Oleh karena itu dibutuhkan satu offtaker yang berbasis ekonomi dan keuangan syariah. Ini juga harus didukung dengan satu ekosistem yang lengkap termasuk bagaimana industri halalnya, tourism halalnya, hotel yang halal, sehingga industri halalnya otomatis akan berkembang. Ini harus kita lakukan bersama-sama bersinergi agar cita-cita bersama ini bisa tercapai segera dan syariah akan mempunyai kontribusi yang lebih signifikan kepada pengembangan sektor keuangan dan ekonomi kita," tutup Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News