Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Perusahaan Pembiayaan Diharuskan Pakai Debt Collector Bersertifikat

Eko Nordiansyah • 11 Maret 2020 17:39
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan para perusahaan pembiayaan untuk menggunakan jasa penagih utang (debt collector) yang bersertifikat. Padahal dalam ketentuan OJK, sertifikasi penagih serta tata cara penagihan juga sudah diatur.
 
"Kami ingin menyampaikan, mengingatkan ke perusahaan pembiayaan dalam konteks mematuhi ketentuan yang terkait dengan sertifikasi penagih dan tata cara dalam rangka melakukan penagihan," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan di Kantor OJK, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Maret 2020.
 
Dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan tertuang tata cara penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan seperti motor atau mobil yang sesuai dengan Undang-undang (UU) Fidusia.

Menurut Bambang, OJK ingin menertibkan industri keuangan, termasuk perusahaan pembiayaan agar mematuhi aturan yang ada. Apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 soal Fidusia.
 
"Karena yang saya ketahui putusan MK ketika terjadi dispute antara nasbah, suami istri dengan tenaga kolektor, jasa penagihan, yang kebetulan tenaga penagihannya outsourcing. Ini dibolehkan ketentuan tapi syaratnya banyak," jelas dia.
 
Dirinya menambahkan, perusahaan multifinance diharuskan memberikan edukasi serta menertibkan para debt collector yang berasal dari tenaga outsourcing. Jika hal ini dijalankan dengan benar, maka dirinya meyakini masalah di lapangan bisa diminimalisir.
 
Dalam putusan MK disebutkan, eksekusi tanpa pengadilan dibolehkan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi. Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya cedera janji (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate executie).
 
Putusan MK juga menyatakan, mengenai wasprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi. Jadi, ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, berapa bunga yang harus dibayar, jangka waktunya, batas waktu pembayaran angsuran, bagaimana jika tidak membayar angsuran, dan berapa dendanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan