Ilustrasi mata uang rupiah. Foto: dok MI/Ramdani.
Ilustrasi mata uang rupiah. Foto: dok MI/Ramdani.

Rupiah 'Bertekuk Lutut' Imbas Kasus Utang Evergrande

Husen Miftahudin • 20 September 2021 17:23
Jakarta: Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan awal pekan ini mengalami pelemahan seiring kekhawatiran investor terhadap kasus utang perusahaan pengembangan properti Tiongkok, Evergrande, yang menambah ketegangan ekstra pada suasana hati-hati.
 
"Kondisi tersebut membuat dolar menguat ke level tertinggi dalam sebulan terakhir di Asia. Di sisi lain, investor juga tengah bersiap dengan arah kebijakan Federal Reserve untuk mengambil langkah lain menuju pengurangan (tapering) minggu ini," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam siaran persnya, Senin, 20 September 2021.
 
Ibrahim menjelaskan pengembang Evergrande memiliki utang sebesar USD300 miliar dan pembayaran bunga obligasi sebesar USD83,5 juta. Utang dan obligasi raksasa properti Negeri Tirai Bambu tersebut jatuh tempo pada Kamis ini.

Dalam laporannya, Evergrande menegaskan bahwa pihaknya akan mulai membayar beberapa investor dengan real estat. Namun, kondisi itu justru memicu penjualan di pengembang lain dan pemberi pinjamannya.
 
"Ketakutannya adalah bahwa tanpa bailout, keruntuhan atau likuidasi bergejolak melalui sektor properti Tiongkok ini terjadi di saat pertumbuhan sudah terlihat rapuh," sebutnya.
 
Menjelang pekan ini, lanjut Ibrahim, tidak kurang dari selusin bank sentral mengadakan pertemuan. Tetapi fokus utama para investor adalah pada The Fed dimana ekspektasi untuk sinyal penurunan mempertahankan tawaran beli dolar.
 
The Fed menyimpulkan pertemuan dua hari pada Rabu adalah akan tetap dengan rencana luas untuk pengurangan tahun ini, tetapi akan menunda memberikan rincian atau garis waktu selama satu bulan.
 
"Namun imbal hasil AS pada tenor 10 tahun merayap naik untuk minggu keempat berturut-turut menunjukkan risiko kejutan hawkish atau pergeseran proyeksi untuk menunjukkan kenaikan segera pada 2022, yang keduanya dapat mendukung dolar," papar dia.
 
Di antara bank sentral utama lainnya, Bank of England diperkirakan akan membiarkan pengaturan kebijakan tidak berubah atau bank mengadopsi nada hawkish atau lebih banyak anggota menyerukan pengurangan pembelian aset.

 
Sementara dari faktor domestik, Ibrahim menilai bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali yang dimulai 7 September lalu akan berakhir hari ini. Pemerintah telah menerapkan PPKM Level 4, 3, dan 2 sebanyak sembilan kali perpanjangan sejak awal penanganan pandemi covid-19.
 
"Melihat dari tren sebelumnya, bakal ada perpanjangan pemberlakuan PPKM. Besar kemungkinan banyak terjadi penurunan level PPKM di sejumlah wilayah Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari penurunan sejumlah kasus yang dinilai signifikan," pungkas Ibrahim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan