Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM Haris Azhar mengklaim dampak dari kasus Jiwasraya bukan pada penurunan nilai IHSG, melainkan pada menyusutnya jumlah transaksi di pasar modal, baik yang dilakukan oleh investor institusi maupun investor ritel.
"Begitu juga dengan frekuensi transaksi harian di bursa yang turut melambat," klaim Haris, dalam rilis laporan berjudul 'Penegakan Hukum yang Mengganggu Roda Perekonomian: Kasus Jiwasraya dan Dampaknya Terhadap Pasar Modal Indonesia', dalam keterangan tertulisnya, Rabu 2 Juni 2021.
Lewat laporan Lokataru ini, lanjut Haris, diketahui sebelum dinyatakan gagal bayar Jiwasraya memiliki cadangan dana yang mumpuni. Justru Ketika dinyatakan gagal bayar, lanjutnya, cadangan dana tersebut mengalami pembekuan, tidak bisa digunakan, dan akhirnya nasabah serta pihak ketiga tidak bisa mengakses hak mereka.
Haris menambahkan laporan ini juga mengungkap sejumlah kejanggalan yang masih tersisa usai pengungkapan kasus tersebut. Pertama, jelasnya, pada saat diumumkan gagal bayar Jiwasraya sebenarnya masih memiliki aset tunai yang lebih dari cukup untuk membayar klaim jatuh tempo tersebut.
"Kedua, guliran pernyataan lebih deras dan mendahului daripada penyelesaian skema bisnis untuk melindungi hak pihak ketiga, nasabah, dan lain-lain. Penawaran penyelesaian skema bisnis baru muncul belakangan, itu tanpa melibatkan, cara dan kepentingan, para nasabahnya," ujarnya.
Ketiga, lanjut Haris, akibat pernyataan gagal bayar, memunculkan market chaotic, terutama para pemegang saham Jiwasraya berbondong-bondong mulai menarik dananya. Selain itu, pada saat yang sama tidak ada lagi nasabah baru yang mau membeli produk asuransi Jiwasraya.
Keempat, gagal bayar dijadikan kasus pidana korupsi yang kemudian ditangani oleh Kejaksaan Agung. "Penahanan pada sejumlah nama, justru memperburuk kondisi pasar saham bukan hanya Jiwasraya, antusiasme pasar modal menurun," tuturnya.
Sebagai informasi, penyidik Kejagung menilai kegagalan bayar Jiwasraya sebagaimana audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni sebesar Rp 16,8 triliun merupakan kerugian negara.
Kerugian tersebut berasal dari transaksi pembelian langsung atas empat saham dan transaksi pembelian saham melalui 21 reksa dana 13 Manajer Investasi (MI) yang diklaim dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News