Mengutip data Bloomberg, Senin, 31 Oktober 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp15.574 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 20 poin atau setara 0,13 persen dari posisi Rp15.554 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp15.566 per USD hingga Rp15.576 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 9,20 persen.
Data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah tak bernyali di hadapan mata uang Negeri Paman Sam. Rupiah bertengger di posisi Rp15.572 per USD, turun 24 poin atau 0,15 persen dari Rp15.548 per USD.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meskipun begitu, mata uang Garuda pada penutupan perdagangan hari ini diperkirakan kembali melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.530 per USD hingga Rp15.600 per USD," jelasnya.
Baca juga: Rupiah Gagah di Akhir Pekan |
Pelemahan rupiah ini didorong oleh sentimen Federal Reserve yang diprediksi akan memberi lebih banyak ruang untuk terus menaikkan suku bunga menjelang rilis data inflasi utama. Dengan pemikiran ini, para pedagang akan fokus pada rilis indeks harga PCE inti, pengukur inflasi favorit The Fed, nanti di sesi untuk petunjuk niat pembuat kebijakan bank sentral pada pertemuan penetapan kebijakan minggu depan.
"Ini diharapkan menunjukkan peningkatan bulan-ke-bulan sebesar 0,5 persen pada September, sedikit penurunan dari 0,6 persen pada bulan sebelumnya. Bank sentral secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin minggu depan, menjadi kenaikan yang keempat pada tahun ini," terang Ibrahim.
Sementara itu, bank sentral Jepang merevisi perkiraan inflasi hingga 2024. Kondisi ini menunjukkan lebih banyak rasa sakit jangka pendek untuk ekonomi Jepang dan menumpuk lebih banyak tekanan pada mata uang.
Di sisi lain, bank sentral Eropa mengisyaratkan laju kenaikan suku bunga yang kurang agresif, menjatuhkan referensi untuk kenaikan suku bunga 'selama beberapa pertemuan berikutnya' yang telah direncanakan sebelumnya. Perdana Menteri baru Inggris Rishi Sunak akan mengadopsi sikap yang lebih bijaksana secara fiskal daripada pendahulunya Liz Truss yang ditetapkan dalam masa jabatan singkatnya.
Dari dalam negeri Ibrahim memandang membaiknya ekonomi AS memberikan gambaran resesi global kemungkinan hanya angin lalu dan akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian negara-negara emerging market termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ketakutan yang berlebihan membuat semua negara melakukan pengetatan terhadap suku bunga acuannya, yang bertujuan untuk memperkuat pondasi perekonomiannya.
"Walaupun, ekonomi AS membaik, namun pemerintah dan Bank Indonesia tidak akan bersenang-senang dulu, namun masih tetap waspada dan terus memperkuat pondasi perekonomiannya. Guna untuk memperkuat pondasi tersebut maka pemerintah dan BI terus melakukan strategi bauran ekonomi, penyaluran bansos, BLT, dan lainnya serta terus melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan obligasi di perdagangan DNDF," tutup Ibrahim.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News