Ilustrasi Lembaga Penjamin Simpanan - - Foto: MI/ Susanto
Ilustrasi Lembaga Penjamin Simpanan - - Foto: MI/ Susanto

LPS Sebut Penjaminan Simpanan Perlu Komunikasi Publik yang Efektif

Husen Miftahudin • 18 Maret 2021 21:43
Jakarta: Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan perlu komunikasi publik yang efektif tentang skema penjaminan simpanan. Terlebih di era digital saat ini yang dapat menciptakan kepercayaan nasabah terhadap perbankan.

"Masalah asimetris informasi di era sekarang ini relatif bukan disebabkan karena tidak tersedianya informasi melainkan disebabkan oleh noise dan bias informasi pada informasi publik, terutama melalui media sosial. Oleh karena itu, komunikasi publik yang efektif tentang skema penjaminan simpanan kepada masyarakat menjadi sangat penting untuk menciptakan kepercayaan publik," ungkap Didik dalam keterangannya, Kamis, 18 Maret 2021.
 
Apalagi, lanjutnya, berdasar pada survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019, literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Oleh karenanya, penting menciptakan komunikasi publik yang efektif guna menciptakan kepercayaan nasabah terhadap perbankan.
 
Sebagai langkah antisipatif, ia lantas menyatakan bahwa LPS secara intensif terus menyosialisasikan mandat dan fungsinya, serta skema dan kebijakan penjaminan simpanan. Ini dilakukan antara lain melalui kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan insan media dalam berbagai bentuk edukasi masyarakat guna menjaga kepercayaan terhadap perbankan.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga memaparkan tentang pergeseran perilaku konsumen pada masa pandemi covid-19 yang pada saat ini lebih memilih berbagai layanan berbasis digital. Terbukti, situasi pandemi meningkatkan ketergantungan konsumen pada layanan berbasis digital. Pada hasil penelitian yang dilakukan Bank Dunia, Google, Temasek, dan Bain & Company menyebutkan bahwa fenomena ini sebagai 'flight-to-digital'.
 
"Dengan perkembangan teknologi komputerisasi dan digitalisasi, model bisnis perbankan juga terus berkembang. Perkembangan teknologi ini akan mengarah pada perbankan yang lebih efisien, layanan pelanggan yang lebih baik, dan kontribusi yang lebih tinggi bagi perekonomian," jelas dia.
 
Adapun di Asia Tenggara, sekitar satu dari tiga (36 persen) konsumen yang menggunakan layanan digital merupakan konsumen baru selama pandemi. Sekitar sembilan dari 10 konsumen yang menggunakan layanan digital baru akan terus menggunakan layanan ini di masa mendatang.
 
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2020 penuh dengan negatif (minus 2,07 persen), namun ekonomi berbasis internet di Indonesia telah mampu tumbuh dua digit sebesar 11 persen dari Nilai Pasar Bruto (GMV) pada 2020.
 
Meski hampir semua lini terdigitalisasi, Didik juga mengingatkan mengenai potensi risiko dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Ia menjelaskan, menurut World Economic Forum Global Risks Perception Survey 2020, salah satu ancaman potensial dalam perkembangan digital ialah ketidaksetaraan digital (digital inequality). Menurutnya, hal tersebut merupakan risiko dengan tingkat kemungkinan yang tinggi dalam sepuluh tahun ke depan, termasuk risiko keamanan siber.
 
"Dalam jangka panjang, kita perlu bersiap menghadapi dampak buruk teknologi. Oleh karena itu, perlu disiapkan rencana penanganan risiko yang memadai agar dapat meminimalkan dampak dari potensi risiko yang mungkin timbul tersebut," pungkas Didik.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan