Dibandingkan negara lain, penetrasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai tiga persen. Sedangkan negara-negara lain sudah melambung di atas 30 hingga 50 persen.
"Dari sisi penetrasi kita bandingkan dari GDP kita paling ketinggalan. Penetrasi rate untuk syariah finance di Indonesia terhadap GDP hanya tiga persen," kata Hery dalam Indonesia Sharia Summit 2021, Kamis, 23 September 2021.
Hery menuturkan capaian tersebut sangat disayangkan mengingat potensi Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk muslim terbesar sangat besar.
"Bahkan Iran sudah mencapai 110 persen. Padahal Indonesia sendiri potensinya cukup besar," ucapnya.
Dalam paparannya, Iran menduduki peringkat pertama dalam penetrasi keuangan syariah. Kemudian diikuti dengan Kuwait 81 persen, Saudi Arabia 56 persen, Malaysia 53 persen, dan Uni Emirat Arab 36 persen.
Kendati demikian Hery tak berkecil hati, ia mengungkapkan masih ada sinyal menggembirakan dari posisi lembaga keuangan dalam hal ini perbankan syariah nasional.
Selama 2019 hingga 2021 perbankan syariah menunjukan resilient yang tinggi. Perbankan syariah memiliki daya tahan yang cukup tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional, terlebih disaat pandemi.
"Dari sisi aset, di Juni 2021 pertumbuhan ya mencapai 15,8 persen. Sementara dari sisi pembiayaan tumbuh di atas tujuh persen dan dana pihak ketiganya juga sangat bagus pertumbuhannya," ungkapnya.
Hal tersebut menurutnya menggambarkan potensi perbankan syariah nasional masih cukup lebar di masa depan. "Ini masih menggambarkan memang syariah ini punya space yang cukup lebar untuk tumbuh lebih tinggi lagi," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News