Menurut survei terbaru dari Wise, perusahaan teknologi global yang menyediakan cara terbaik untuk mengirim dan mengelola uang secara internasional menyatakan, setengah responden (54 persen) merasa khawatir atau sangat khawatir dalam mengelola keuangan di luar negeri, menurut hasil survei.
Survei yang dilakukan Wise bersama dengan konsultan pendidikan NIEC Indonesia ini melibatkan lebih dari 200 pelajar Indonesia baik yang sedang atau masih merencanakan studi di luar negeri.
Kurangnya persiapan keuangan menambah tantangan
Survei mengungkapkan adanya ketimpangan yang signifikan dalam kesiapan pengetahuan finansial pelajar untuk hidup di luar negeri. Lebih dari setengah (55 persen) responden yang berencana kuliah di luar negeri masih meminta bantuan atau sepenuhnya bergantung kepada orang lain, umumnya orang tua atau wali untuk mengelola keuangan mereka.Bagi banyak pelajar, studi di luar negeri akan menjadi pengalaman pertama mereka dalam mengelola uang secara mandiri, yang dapat menimbulkan rasa tidak siap dan kecemasan selama masa transisi tersebut.
Selain itu, 25 persen responden mengaku sering menemukan perbedaan antara anggaran yang direncanakan dan pengeluaran aktual. Perbedaan ini jauh lebih tinggi (67 persen) di kalangan pelajar yang sudah di luar negeri, menggarisbawahi tantangan pengelolaan keuangan di negara asing.
Baca juga: Biar Sukses, Begini Solusi Cerdas Keuangan Bagi Mahasiswa |
Realitas pengelolaan keuangan di luar negeri lebih sulit dari yang dibayangkan
Survei menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ekspektasi para pelajar dan kenyataan dalam mengelola anggaran ketika studi di luar negeri.Di kalangan pelajar yang masih merencanakan studi di luar negeri, hanya 29 persen yang merasa mengatur anggaran di luar negeri adalah hal yang sulit. Angka ini kemudian melonjak menjadi 53 persen di kalangan pelajar yang sedang studi di luar negeri.
Mengelola pengeluaran harian (62 persen) muncul sebagai tantangan utama, diikuti oleh menabung (53 persen), menangani biaya tak terduga (40 persen), serta membayar sewa serta utilitas (22 persen). Temuan ini menunjukkan kebutuhan finansial saat studi di luar negeri seringkali lebih berat dari yang diperkirakan.
Kurangnya kesadaran akan biaya tersembunyi dalam transaksi internasional
Mengurus transaksi uang internasional adalah tantangan besar lainnya bagi pelajar ketika studi di luar negeri. Survei menemukan 57 persen responden masih menggunakan layanan tradisional seperti bank lokal untuk mengirim dan menerima uang dari luar negeri, yang dikenakan biaya transaksi yang lebih tinggi. Selain itu, transfer ini biasanya memakan waktu 3-5 hari untuk sampai, yang dapat menjadi masalah bagi mahasiswa yang mengandalkan pengiriman uang rutin untuk kebutuhan hidup mereka.Lebih lanjut, survei menemukan 50 persen responden masih belum menyadari adanya biaya tambahan dalam transaksi internasional, seperti mark-up pada kurs. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi finansial agar pelajar dapat membuat keputusan yang lebih bijak ketika mengirim uang ke luar negeri.
Zahid Ibrahim, YouTuber dan Mahasiswa di Ritsumeikan Asia Pacific University, membagikan pengalamannya. Sebelum pindah ke luar negeri, aku sudah merencanakan budget untuk biaya sekolah, akomodasi, dan kebutuhan sehari-hari.
"Tapi, waktu sampai di Jepang, aku tetap kaget dengan biaya hidup yang lebih tinggi dan menjadi ragu untuk mengeluarkan uang. Bahkan, aku sampai enggak mau memotong rambut. Ada juga biaya-biaya tak terduga, seperti perlengkapan kuliah tambahan. Selain itu, aku dan orang tua sering menghadapi biaya tinggi dan nilai tukar yang berubah-ubah saat kirim uang dari Indonesia ke Jepang, atau sebaliknya. Jumlah uang yang kami terima seringkali lebih sedikit dari yang dikirim, yang tentu saja berdampak pada budgeting-ku," tutur dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Oktober 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News