"Ke depannya, Kementerian Dalam Negeri harus lebih proaktif untuk mengedukasi dan mengingatkan para kepala daerah dengan bersinergi dengan BI agar stabilitas inflasi dapat terjaga," ungkapnya kepada Media Indonesia, dikutip Kamis, 15 September 2022.
Lebih lanjut, Fajar menegaskan kepala daerah memiliki wewenang dalam mengelola APBD. Diharapkan ke depannya mereka memiliki semacam automatic stabilizer jika terjadi kondisi seperti saat ini, kenaikan harga BBM, dapat segera memformulasikan dan mengimplementasikan bantalan (buffer) bagi rakyatnya dalam bentuk bantuan sosial dan skema yang sejenis.
Selain itu, dia menilai peran Kemendagri sangat strategis dalam konteks penetapan upah minimum provinsi agar stabilitas penetapan upah dapat terealisasi, khususnya sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 terkait Pengupahan.
"Ini hanya contoh lain dari peran Kemendagri untuk mengingatkan para kepala daerah. Jadi gaduh terkait penetapan upah yang terjadi di DKI Jakarta atau beberapa provinsi dapat diminimalisir," tuturnya.
Baca juga: TPIP dan TPID Komitmen Perkuat Sinergi Kendalikan Inflasi |
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan faktor yang mendorong inflasi antardaerah itu ada yang disebabkan oleh faktor global seperti kenaikan harga BBM subsidi, dan juga yang sifatnya lokal yang disebabkan masalah keseimbangan supply dan demand antara satu daerah dengan daerah lainnya.
"Jadi kalau misalkan inflasi tinggi di suatu daerah bisa mungkin karena faktor demand yang tinggi atau supply yang tinggi. Jadi untuk daerah yang tercatat inflasi tinggi dalam konteks ini di atas rata-rata nasional, berarti permasalahan supply demand pangan yang harus diatasi," kata Faisal.
"Pemerintah daerah memiliki wewenang daerah seperti memastikan supply baik yang diproduksi oleh mereka sendiri atau didapatkan dari daerah lain karena tidak semua daerah memproduksi semua kebutuhan pangan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News