Jakarta: Bursa Efek Indonesia (BEI) diminta untuk segera mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang dapat mengakomodir rencana Penawaran Umum Perdana Saham atau Initial Public Offering (IPO) bagi perusahaan teknologi.
"Indonesia perlu menyiapkan kebijakan kebijakan yang tepat dalam rangka mendukung IPO perusahaan teknologi. Agar apa? Agar kita tidak kehilangan peluang," kata Ketua SC Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara dalam diskusi virtual, Rabu, 9 Juni 2021.
Mirza menjelaskan di masa awal perusahaan teknologi atau perusahaan fintek pasti memerlukan tambahan modal sehingga terus mencari investor. Jika dirasa sudah cukup besar modal yang diperlukan maka opsi IPO pasti menjadi salah satu pilihan.
Melihat peluang tersebut menurutnya, kebijakan terkait IPO pada bursa perlu disiapkan agar rencana IPO perusahaan-perusahaan teknologi itu bisa terakomodir.
"Agar jangan sampai perusahaan teknologi kita tidak bisa IPO di dalam negeri, kemudian IPO di luar negeri saja. Mau delisting juga tidak bisa diakomodir," ucapnya.
BEI tengah mengkaji potensi penerapan Dual Class Shares (DCS) dan Multiple Voting Shares (MVS) untuk menarik perusahaan unicorn melantai di bursa.
Mengutip Antara, Dual Class Shares merupakan suatu struktur permodalan saham kelas ganda yang melibatkan paling sedikit dua klasifikasi saham berbeda.
BEI tengah melihat potensi penerapan Dual Class Shares dengan struktur Multiple Voting Share yakni suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar saham.
Selain itu, BEI juga mengkaji Special Purpose Acquisition Company (SPAC) bisa mencatatkan saham di pasar modal Tanah Air. Aturan ini diharapkan dapat menarik minat perusahaan teknologi, e-commerce kelas kakap untuk bisa listing di pasar modal domestik.
SPAC merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui IPO dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.
"Indonesia perlu menyiapkan kebijakan kebijakan yang tepat dalam rangka mendukung IPO perusahaan teknologi. Agar apa? Agar kita tidak kehilangan peluang," kata Ketua SC Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara dalam diskusi virtual, Rabu, 9 Juni 2021.
Mirza menjelaskan di masa awal perusahaan teknologi atau perusahaan fintek pasti memerlukan tambahan modal sehingga terus mencari investor. Jika dirasa sudah cukup besar modal yang diperlukan maka opsi IPO pasti menjadi salah satu pilihan.
Melihat peluang tersebut menurutnya, kebijakan terkait IPO pada bursa perlu disiapkan agar rencana IPO perusahaan-perusahaan teknologi itu bisa terakomodir.
"Agar jangan sampai perusahaan teknologi kita tidak bisa IPO di dalam negeri, kemudian IPO di luar negeri saja. Mau delisting juga tidak bisa diakomodir," ucapnya.
BEI tengah mengkaji potensi penerapan Dual Class Shares (DCS) dan Multiple Voting Shares (MVS) untuk menarik perusahaan unicorn melantai di bursa.
Mengutip Antara, Dual Class Shares merupakan suatu struktur permodalan saham kelas ganda yang melibatkan paling sedikit dua klasifikasi saham berbeda.
BEI tengah melihat potensi penerapan Dual Class Shares dengan struktur Multiple Voting Share yakni suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar saham.
Selain itu, BEI juga mengkaji Special Purpose Acquisition Company (SPAC) bisa mencatatkan saham di pasar modal Tanah Air. Aturan ini diharapkan dapat menarik minat perusahaan teknologi, e-commerce kelas kakap untuk bisa listing di pasar modal domestik.
SPAC merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui IPO dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
