"Negara tetangga kita, seperti ringgit Malaysia dan baht Thailand, berhasil melampaui kinerja rupiah. Mereka mencatat apresiasi yang lebih tinggi dari tahun ke tahun," ungkap Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam Analisis Makroekonomi Edisi Juli 2021, Rabu, 21 Juli 2021.
Namun demikian, apresiasi kinerja rupiah masih lebih baik dibandingkan real Brasil dan rupee India. Kinerja rupiah relatif lebih baik dan mencatatkan apresiasi sebesar 1,25 persen (ytd) terhadap USD.
Riefky menjelaskan setelah the Fed mengisyaratkan akan melakukan dua kali kenaikan suku bunga acuan di 2023 dalam rapat FOMC pada 15-16 Juni, rupiah mengalami depresiasi terhadap USD, berkisar antara Rp14.220 per USD dan USD14.530 per USD. Hal tersebut karena investor memindahkan modalnya dari pasar negara berkembang.
"Sejak saat itu, rupiah relatif stabil di sekitar Rp14.500 per USD, meskipun ada jumlah kasus covid-19 dan PPKM darurat di Jawa dan Bali. Rupiah dinilai cukup kuat karena beberapa faktor eksternal, termasuk sikap the Fed untuk kebijakan moneter yang akomodatif meskipun inflasi AS meningkat lebih tinggi dari perkiraan," paparnya.
Selain itu, untuk mendukung pemulihan ekonomi, People's Bank of China (PBOC) mengumumkan akan memangkas rasio cadangan wajib (RRR) sebesar 50 bps efektif mulai 15 Juli. Meskipun beberapa investor memindahkan aset mereka dari pasar negara berkembang seperti Indonesia, investor lain mungkin menempatkan aset mereka dalam portofolio yang lebih berisiko.
Kondisi itu dipicu oleh dua pengumuman ini, dan menghasilkan rupiah yang relatif stabil dan sedikit penurunan arus masuk modal bersih dari USD8,00 juta pada pertengahan Juni 2021 menjadi USD7,34 juta pada pertengahan Juli 2021.
"Akibatnya, imbal hasil obligasi pemerintah 1-tahun naik menjadi 3,9 persen pada pertengahan Juli dari 3,5 persen pada pertengahan Juni. Sementara imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun tetap stabil di 6,4 persen antara Juni dan Juli 2021," tutur Riefky.
Adapun angka cadangan devisa sedikit meningkat menjadi USD137,1 miliar pada Juni 2021 dari USD136,3 miliar pada bulan sebelumnya. Peningkatan cadangan devisa disebabkan oleh penerbitan Sukuk Global dan penerimaan pajak dan jasa.
"Angka cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,2 bulan impor atau 8,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," tutup Riefky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id