OJK. Foto : MI/Ramdani.
OJK. Foto : MI/Ramdani.

Kebijakan OJK Bikin Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga hingga Akhir 2020

Husen Miftahudin • 29 Desember 2020 10:39
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah perlambatan perekonomian akibat dampak pandemi covid-19.
 
Sampai dengan data November 2020, stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah upaya OJK dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang terus dilakukan Pemerintah.
 
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan berbagai kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan OJK untuk mencegah dampak pandemi covid-19 yang lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Khususnya untuk membantu masyarakat, sektor informal, UMKM, dan pelaku usaha.

"Di antaranya dengan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan (leasing) yang diperpanjang hingga Maret 2022," ucap Anto dalam siaran persnya, Selasa, 29 Desember 2020.
 
Hingga 30 November 2020, total kredit restrukturisasi covid-19 mencapai Rp951,2 triliun dari sekitar 7,53 juta debitur di perbankan. Terdiri dari 5,80 juta debitur UKM dengan nilai Rp382 triliun dan 1,73 juta debitur non UKM dengan nilai Rp569,2 triliun.
 
Sementara total restrukturisasi untuk perusahaan pembiayaan hingga 15 Desember mencapai Rp188,3 triliun dari 4,94 juta kontrak. Sedangkan nilai restrukturisasi di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mencapai Rp26,4 miliar termasuk Rp4,5 miliar di Bank Wakaf Mikro (BWM).
 
Berbagai kebijakan lain yang telah dikeluarkan OJK untuk menjaga stabilitas sektor keuangan serta untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional antara lain:
 
Kebijakan menjaga fundamental usaha sektor riil:
 
1. Melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020, pada Maret 2020 OJK mengeluarkan kebijakan kolektibilitas satu pilar melalui restrukturisasi kredit yang melakukan penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit/pembiayaan sampai dengan Rp10 miliar dan diprioritaskan untuk sektor terdampak dan UMKM termasuk di antaranya adalah pengemudi ojek online.
 
2. Masa berlaku kebijakan ini dari yang sebelumnya berlaku hingga 31 Maret 2021 diperpanjang menjadi 31 Maret 2022 melalui POJK Nomor 48/POJK.03/2020 yang dikeluarkan Desember ini.
 
3. Untuk sektor industri keuangan nonbank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan nonbank dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya Perusahaan Pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
 
4. Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini.
 
Menjaga stabilitas pasar keuangan:
 
Sejak awal dampak pandemi ini mempengaruhi perekonomian Indonesia, OJK langsung mengambil berbagai kebijakan:
 
1. Melarang short selling untuk sementara waktu.
2. Pemberlakuan asimetric auto rejection dan trading halt 30 menit untuk penurunan lima persen perdagangan.
3. Peniadaan perdagangan di sesi preopening.
4. Pemberlakuan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
 
"Selain itu dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan di bursa efek dan pelaksanaan fit and proper test virtual," papar dia.
 
Kebijakan stimulus lanjutan:
 
Untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti:
 
1. Penundaan pemberlakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas bagi perbankan.
 
2. Peniadaan kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer sebesar 2,5 persen ATMR sampai dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan.
 
3. Penurunan batas minimum rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan.
 
4. Penundaan penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan.
 
5. Penurunan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum bagi BPR dan  relaksasi penempatan dana antarbank bagi BPR untuk meningkatkan kapasitas permodalan dan memberikan kelonggaran likuiditas.
 
6. Pemasaran Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk menjaga penjualan produk asuransi.
 
7. Kebijakan restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Bank Wakaf Mikro (BWM) untuk meringankan beban masyarakat pelaku usaha mikro.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan