Ilustrasi BTN Syariah. Foto: dok BTN.
Ilustrasi BTN Syariah. Foto: dok BTN.

3 Faktor yang Bikin Akuisisi BTN Syariah oleh BSI Sulit Terwujud dalam Waktu Dekat

Ade Hapsari Lestarini • 29 September 2022 09:56
Jakarta: Rencana akuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah) oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dinilai sulit terwujud dalam waktu dekat. Sedikitnya, ada tiga faktor mengapa rencana akuisisi BTN Syariah sulit diwujudkan mulai dari kondisi internal hingga alasan jumlah saham publik yang masih minim.
 
Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Citradi mengatakan, faktor pertama yang membuat BSI sulit mengakusisi BTN Syariah yakni BSI masih dalam tahap konsolidasi internal pascamerger raksasa antara BSM, BNI Syariah, dan BRI Syariah.
 
Menurut Tirta, tantangan terberat BSI pascamerger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, yakni culture, way of working, dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan.

"Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat memengaruhi kinerja perseroan," kata Tirta, dikutip Kamis, 29 September 2022.
 
Faktor kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah dan mesti direalisasikan segera, yakni menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.
 
Pascamerger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa tujuh persen. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5 persen. PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83 persen, sementara BNI dan BRI berbagi kepemilikan dengan porsi masing-masing 24,85 persen dan 17,25 persen.
 
Baca juga: Rights Issue BTN Rp4,13 Triliun Disetujui, Termasuk PMN Rp2,48 Triliun

"Untuk menambah free float, BSI katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini. Kesiapan BMRI menjadi sangat krusial karena mereka harus siap injeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan sahamnya tidak terdilusi," terang Tirta.
 
Daripada memikirkan akuisisi bank lain, lanjut Tirta, sebaiknya BSI fokus pada agenda free float melalui skema rights issue. Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.
 
Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17 persen, atau di bawah rata-rata CAR industri perbankan sebesar 24,28 persen. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9 persen.
 
Faktor ketiga, BTN sedang melaksanakan rights issue dan karena itu membutuhkan dukungan luar biasa dari investor publik. Mengacu ke prospektus awal, BTN menargetkan dana sekitar Rp4,13 triliun dengan rincian Rp2,48 triliun berupa penyertaan modal negara (PMN), mewakili kepemilikan 60 persen saham pemerintah, sedangkan Rp1,65 triliun sisanya diharapkan dari investor publik selaku pemilik 40 persen saham.
 
"Di tengah upaya menggalang dana publik, sangat tidak mungkin BTN melakukan manuver yang justru membingungkan investor publik. Apalagi, kalau sampai melepas unit bisnisnya ke pihak lain," kata Tirta.
 
Jadi, saran Tirta, sebaiknya BSI menyelesaikan dulu pekerjaan rumahnya sendiri dan BTN fokus menuntaskan agenda rights issue. "Setelah kedua agendanya rampung, silakan ngobrol lagi soal akuisisi. Ini penting demi menjaga kepercayaan investor publik, baik terhadap BSI (BRIS) maupun BBTN," tegasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan