Ilustrasi bisnis pinjaman online (pinjol). Foto: Medcom.id
Ilustrasi bisnis pinjaman online (pinjol). Foto: Medcom.id

28 Perusahaan Pinjol 'Koma' Gegara Aturan Bunga

Antara • 19 Agustus 2024 12:28
Jakarta: Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) sekaligus pengamat ekonomi digital Nailul Huda mensinyalir 28 platform pinjaman online/daring (pinjol) yang tidak bisa memenuhi batas modal disebabkan mengalami kesulitan dalam bisnisnya.
 
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan 28 platform pinjol mengalami permasalahan memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar.
 
"Niatan OJK baik dalam pengaturan bunga supaya tidak memberatkan nasabah. Tetapi, hal ini juga pasti bisa berdampak kepada keberlangsungan bisnis P2P sendiri," ucap Nailul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.
 
Diketahui, sejak awal 2024 ini, OJK menetapkan aturan baru bunga untuk Peer to Peer lending (P2P lending). Dalam aturan baru tersebut, tingkat bunga pendanaan untuk sektor produktif ditentukan 0,1 persen per hari dan sektor konsumtif menjadi 0,3 persen per hari.
 
"Saya menduga 28 platform tersebut mungkin mengalami kesulitan dalam mengumpulkan modal untuk memenuhi batas minimum tersebut. Angka Rp7,5 miliar harusnya tidak terlalu besar untuk platform di industri keuangan," lanjut Nailul.
 
Baca juga: Pinjaman di Bawah Rp100 Juta Bisa Tanpa Agunan
 

Transparansi biaya bisa jadi win-win solution

 
Model bisnis P2P lending, menurut Nailul, berbeda dengan model bisnis pinjaman yang berasal dari institusi keuangan lain. Pada bisnis P2P, terdapat lender individu dan lender institusi dengan imbal hasil yang lebih menarik menjadi daya tarik utama bagi mereka untuk berinvestasi.
 
"Bila bunga terlalu rendah, bisnis ini bisa tidak berkembang dan bisa berdampak buruk pada konsumen. Ini karena masyarakat yang sedang membutuhkan pinjaman dana bisa terjebak dengan platform pinjaman ilegal yang rentan dengan penipuan dan praktik penagihan yang menyengsarakan konsumen," jelas dia.
 
Nailul menilai pengaturan bunga konsumtif dan produktif di angka 0,3 persen dengan transparansi biaya bisa menjadi win-win solution bagi platform dan nasabah.
 
"Pinjaman online kan biasanya bersifat tenor pendek, tidak seperti pinjaman konvensional yang tenor panjang. Penerapan bunga 0,3 persen bisa menjadi solusi supaya platform legal tetap tumbuh, OJK tetap bisa mengatur dan masyarakat terhindar dari pinjaman online ilegal," ungkapnya.
 
Sebelumnya, OJK melalui POJK Nomor 10/2022 Pasal 50 mengatur penyelenggara P2P lending wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
 
Hingga satu tahun sejak aturan itu diundangkan, P2P lending diwajibkan memiliki paling sedikit modal Rp2,5 miliar. Selanjutnya pada tahun kedua, naik menjadi Rp7,5 miliar. Sementara, ekuitas P2P lending paling sedikit Rp12,5 miliar berlaku tiga tahun sejak aturan itu diundangkan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan