Ilustrasi rupiah. Foto: AFP/Adek Berry.
Ilustrasi rupiah. Foto: AFP/Adek Berry.

Rupiah Mulai Berani Lawan Dolar AS Pagi Ini

Husen Miftahudin • 19 November 2024 09:42
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan di hari ini mengalami penguatan.
 
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 19 November 2024, rupiah hingga pukul 09.10 WIB berada di level Rp15.810 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 46 poin atau setara 0,29 persen dari Rp15.856 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
 
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp15.809 per USD, menguat 35 poin atau setara 0,22 persen dari Rp15.844 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali menguat.
 
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.800 per USD hingga Rp15.910 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
 
Baca juga: Jelang pengumuman BI Rate, Rupiah Ditutup Menguat
 

Ironi pertumbuhan ekonomi


Ibrahim mengungkapkan, upaya pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen dalam lima tahun terakhir nyatanya masih menyisakan ironi. Indikator makro tersebut ternyata tidak berimplikasi positif ke semua lapisan masyarakat bila dibedah lebih dalam.
 
Sebelumnya, pada periode 2002 hingga 2019 ketika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran lima hingga enam persen, dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan. Hal itu ditunjukkan dari penambahan jumlah middle class 42 juta orang, aspiring middle class 38 juta orang, dan penurunan kelompok miskin dan rentan miskin 34 orang juta dari 2002 ke 2019.
 
Kondisi sebaliknya justru terjadi dalam periode 2019-2024 ketika ekonomi tumbuh positif dan banyak yang bilang tumbuh lima persen, dibarengi dengan penurunan besar-besaran kelas menengah yang diikuti peningkatan kelas miskin dan rentan miskin.
 
Selama lima tahun terakhir ini terjadi penurunan middle class sebanyak 9,5 juta orang yang diikuti penambahan kelas miskin dan rentan miskin sebesar 12,7 juta orang. Kondisi ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak inklusif.
 
"Artinya, tidak semua orang merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi negara. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan penurunan kemiskinan dan bertambahnya jumlah pekerja formal," terang Ibrahim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan