?Pensiunan BUMN Desak Revisi Restrukturisasi Polis Jiwasraya. Foto: dok Forum Pensiunan BUMN.
?Pensiunan BUMN Desak Revisi Restrukturisasi Polis Jiwasraya. Foto: dok Forum Pensiunan BUMN.

Pensiunan BUMN Desak Revisi Restrukturisasi Polis Jiwasraya

Husen Miftahudin • 27 Maret 2021 15:48
Jakarta: Pensiunan eks pegawai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk serta sejumlah perusahaan BUMN lainnya yang tergabung dalam Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya mendesak revisi restrukturisasi polis Jiwasraya. Mereka juga mengajak manajemen Jiwasraya untuk meminta pemerintah membantu program penyehatan Jiwasraya tanpa membebani para pensiunan BUMN.
 
"Kami juga mendesak dengan hormat Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan pihak-pihak terkait merevisi program restrukturisasi polis Jiwasraya yang akan berdampak mengurangi atau merugikan hak-hak para pensiunan BUMN," tegas Ketua Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya Syahrul Tahir dalam keterangan persnya, Sabtu, 27 Maret 2021.
 
Menurutnya, restrukturisasi polis mengancam kehidupan 3,4 juta pegawai dan keluarga pensiunan perusahaan pelat merah. Pasalnya, dana pensiun yang sedianya dapat dinikmati di hari tua justru digerogoti oknum jajaran direksi Jiwasraya, sehingga berdampak pada pembayaran dana pensiun.

"Sekalipun putusan pengadilan sudah memvonis pelaku kejahatan korporasi asuransi Jiwasraya, tidak berarti persoalan selesai. Pertanyaan yang menggelisahkan para pensiunan perusahaan BUMN lainnya menyeruak, bagaimana dengan jaminan pembayaran dana pensiun?" ketus Syahrul.
 
Sementara itu, opsi yang ditawarkan manajemen Jiwasraya yang baru adalah restrukturisasi. Ia menekankan bahwa langkah tersebut merugikan para pensiunan dan tidak memberikan kepastian hukum atas hak-hak dasar, tuntutan, dan kerugian materiil yang ditanggung para pensiunan akibat tindak pidana korupsi.
 
Restrukturisasi Jiwasraya jika merujuk pada perundang-undangan yang berlaku justru bertentangan dan tidak menyelesaikan kompleksitas masalah terkait penyelewengan keuangan yang terjadi. Restrukturisasi adalah persoalan internal perusahaan, sedangkan dana pensiun dilindungi Undang-Undang Dana Pensiun.
 
"Ini adalah dua persoalan yang berbeda. Kerancuan terjadi ketika BUMN menunjuk Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi sebagai mitra dalam mengelola keuangan dari pembayaran polis anuitas. Sementara pemegang polis anuitas tersebut bukan individu pensiunan, melainkan korporasi," tegasnya.
 
Syahrul menceritakan, pada mulanya peserta program pensiun Dana Pensiun Garuda Indonesia di 1999 beralih program, dari program pensiun manfaat pasti menjadi program pensiun iuran pasti. Pada program iuran pasti sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, disebutkan bahwa pembayaran pensiun bagi pensiunan wajib dialihkan atau dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa berupa pembelian anuitas seumur hidup.
 
Di saat pembelian anuitas seumur hidup tersebut, dana dari para pensiunan yang dikumpulkan dengan pemotongan gaji yang dikelola Dana Pensiun Garuda, wajib membayar pajak yang bersifat final dan progresif (sebelum 2009). Pemilihan terhadap Jiwasraya dilandasi analisis bahwa Jiwasraya dalam keadaan sehat dan BUMN, yang secara berkala diawasi oleh institusi yang terkait, saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
 
"Hingga Maret 2021 anuitas kumpulan (pensiunan) 10 persero BUMN tercatat nilai top-up sebesar Rp4,6 triliun dengan total sebanyak 23.485 peserta. Sedangkan total keseluruhan 73 persero BUMN mencapai kerugian sebesar Rp20 triliun," papar dia.
 
Terkait ini, legal standing menjadi hal penting dalam memahami dan menguraikan kasus Jiwasraya antara para pensiunan perusahaan BUMN dengan Jiwasraya. Namun pihak Jiwasraya berdalih hanya memiliki hubungan hukum dengan perusahaan BUMN, bukan dengan para pensiunan.
 
"Logika hukum yang rancu bermula terkait asas legalitas pemegang polis anuitas yang semestinya bukan atas nama pihak korporasi, tetapi atas nama pegawai korporasi yang sudah dinyatakan secara resmi selesai masa tugasnya," tutur Syahrul.
 
Pascaputusan pengadilan terkait korupsi Jiwasraya, pada akhir 2020 pensiunan pegawai Garuda Indonesia menanyakan perihal status pembayaran pensiun ke Jiwasraya. Pada saat itu, manajemen Jiwasraya menjawab bahwa pembayaran pensiun Garuda Indonesia tidak terdampak, dan akan tetap dibayarkan.
 
Namun secara tiba-tiba pada akhir Februari 2021, terdapat pemberitahuan terkait restrukturisasi. Kemudian para pensiunan tersebut diberikan sejumlah opsi, di antaranya, tetap dibayar dengan nominal saat ini namun harus membayar top up yang besarannya di luar kemampuan para pensiunan.
 
"Kedua, akan dibayar, namun dengan pemotongan yang bervariasi sampai dengan 74 persen. Ketiga, akan dibayar dengan nominal yang sama tetapi hanya untuk jangka waktu sekitar enam tahun ke depan, tidak seumur hidup sebagaimana diamanatkan UU Dana Pensiun," tutup Syahrul.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan