"Ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia ini sudah berkembang cukup baik tetapi belum optimal dan masih jauh, sekitar tujuh sampai delapan persen. Untuk keuangan-perbankan syariahnya juga baru 6,7 persen dari total potensinya," ungkap Ma'ruf dalam sebuah acara yang digelar secara virtual, Rabu, 24 Maret 2021.
Wapres menekankan bahwa potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia sangar besar, begitu pula dengan dana sosial masyarakat seperti zakat, infak, dan sedekahnya. Untuk memanfaatkan potensi tersebut, pemerintah berkomitmen kuat mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
KNEKS memiliki empat fokus. Di antaranya adalah pengembangan industri halal, pengembangan industri keuangan, pengembangan dana sosial masyarakat Islam, serta pengembangan usaha bisnis syariah.
"Kenapa industri halal harus didorong? Karena potensi kita besar. Sebagai umat dengan bangsa yang mayoritas muslim 78 persen dan dengan potensi ekonomi syariah yang besar, ini kita baru jadi konsumen halal terbesar di dunia, belum menjadi produsen. Produsennya justru negara non muslim seperti Brasil yang nomor satu, Australia nomor dua, dan lain-lain," tuturnya.
Oleh karena itu, tegas Ma'ruf, pemerintah bertekad untuk mengembangkan potensi produk-produk halal karena memiliki pangsa pasar yang besar, baik di domestik maupun di kancah global. "Karena itu, ini adalah salah satu komitmen pemerintah untuk didorong potensinya," ungkap dia.
Terkait pengembangan keuangan syariah, pemerintah melakukan penggabungan tiga bank syariah BUMN yang diharapkan bisa melayani transaksi-transaksi 'kelas kakap', baik di dalam negeri maupun mancanegara. Di sisi lain, entitas hasil merger yang diberi nama Bank Syariah Indonesia ini juga dapat melayani transaksi-transaksi kecil seperti UMKM.
"Begitu juga lembaga-lembaga mikro, juga kita kembangkan seperti BWM (Bank Wakaf Mikro) yang akan kita dorong. Kemudian BMT (Baitul Maal wa Tamwil), koperasi syariah, dan juga Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Ini potensinya besar tapi belum terkelola dengan baik," sebut Ma'ruf.
Lalu pengembangan dana sosial masyarakat, yakni zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Bicara soal wakaf, dana sosial masyarakat jenis ini memiliki potensi hingga Rp180 triliun per tahun. Sementara berdasarkan nilai valuasi tanah wakaf secara keseluruhan, potensinya mencapai Rp2.000 triliun.
Selama ini, ungkap Ma'ruf, wakaf hanya berupa tanah atau 3M saja, yakni masjid, madrasah, dan makam. Oleh karena itu pemerintah menginisiasi wakaf uang karena lebih fleksibel dan bisa diinvestasikan, serta tidak terpatok pada jumlah yang besar.
"Selama ini pengumpulannya juga belum dilakukan secara profesional dan teratur, karena itu perlu digerakkan. Itulah makanya kemudian kita gencarkan Gerakan Nasional Wakaf Uang secara lebih masif. Kemudian pengelolaannya juga, karena wakaf ini harus dijaga tidak boleh kurang apalagi hilang, maka dia harus terjaga," tegasnya.
Wakaf uang nantinya diinvestasikan ke tempat yang aman, sehingga diperlukan penanganan secara lebih profesional dan terarah. Hasil pengembangan wakaf uang tersebut akan dikembalikan kepada masyarakat, baik dalam manfaat pendidikan, sosial, serta untuk ekonomi kecil dan mikro.
"Begitu juga dunia usaha bisnis ini, sebab semua instrumen yang sudah ada yang kita kembangkan itu akan berkaitan dengan para pengguna, pengusaha. Maka itu pengusaha di bidang syariah kita hidupkan supaya mereka tumbuh. Maka itu kita melakukan inkubasi-inkubasi dan juga pengembangan-pengembangan, pemberdayaan, dan juga penguatan," pungkas Ma'ruf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News