"OJK akan memberi sanksi keras kepada perusahaan pembiayaan yang melanggar," tegas Sekar kepada Medcom.id melalui pesan singkat aplikasi, Rabu, 28 Juli 2021.
Merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, eksekusi agunan oleh debt collector di luar pedoman, tidak benar, dan melanggar hukum, menjadi tanggung jawab perusahaan pembiayaan.
Hal ini tertuang pada Pasal 48 ayat (4) yang berbunyi bahwa perusahaan pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kepada debitur.
Sekar menambahkan, debt collector harus memiliki sertifikasi serta menjalankan ketentuan sesuai tata cara penagihan yang benar kepada nasabah. Dalam melakukan penagihan penarikan kendaraan, debt collector wajib membawa Surat Kuasa Eksekusi, Sertifikat Fidusia, Surat Pemberitahuan Penarikan, dan Sertifikat dalam Menagih Utang.
"OJK selalu mengingatkan perusahaan pembiayaan untuk mentaati ketentuan ini baik secara langsung ataupun melalui asosiasi perusahaan pembiayaan, dan meminta perusahaan pembiayaan untuk menertibkan anggotanya dalam menjalankan ketentuan penagihan sesuai ketentuan," paparnya.
Namun di sisi lain, Sekar juga meminta konsumen untuk memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya. "Secara berimbang, konsumen juga harus memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya kepada lembaga jasa keuangan," pungkas Sekar.
Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan dengan sejumlah berita eksekusi agunan yang dilakukan debt collector yang melanggar hukum. Di Bali misalnya, tujuh orang debt collector melakukan penganiayaan hingga membuat nasabahnya tewas.
Pada kasus lain di Sawah Besar, Jakarta, debt collector melakukan kekerasan dengan seorang pengemudi ojek online. Perlakuan debt collector tersebut membuat ratusan rekan pengemudi ojek online menyerang markas debt collector.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News