Menurut dia, hal tersebut bukan tugas dan tanggung jawab Himbara. Serta merupakan tugas Bank Indonesia (BI) yang harus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah pandemi covid-19.
Dia mengatakan harus ada aturan yang jelas jika Himbara tetap dipaksakan dan harus menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik.
"Setidaknya harus ada aturan dan peraturan yang jelas misalnya sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK bank Himbara). Lalu, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar dibanding ke swasta," dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 10 Mei 2020.
Heri menambahkan sifat dari dana talangan ini adalah chanelling (penerusan), sehingga bila banknya gagal, bukan menjadi kerugian bank Himbara.
"Kemudian, direksinya juga harus diberi perlindungan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai pengelola penyangga likuiditas tersebut," ujarnya.
Menurut Heri tugas untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sebenarnya sudah tepat melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di bawah koordinasi BI yang saat ini sudah berjalan baik. Hanya saja, lanjutnya, perlu diatur ulang agar tidak ada kesalahan di kemudian hari apalagi setelah pandemi virus korona (covid-19) selesai di Indonesia.
"Perbankan pelat merah yang tergabung dalam Himbara adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk ke dalam ranah regulator KSSK," jelasnya.
Heri menuturkan pilihan terbaik biarlah bank berjalan seperti sekarang membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ekonomi berjalan dan regulator menjamin likuiditas bank aman pada era pandemi covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News