Hal itu dikatakan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengingat BI tidak memiliki cadangan yang besar terhadap intervensi tersebut.
"Kita memahami BI tidak punya cadangan yang besar untuk intervensi, sehingga yang perlu diperhatikan tentu kita harus melihat bagaimana nanti intervensi BI yang dilakukan itu harus diikuti dengan gejolak politik yang baik di dalam negeri," kata Abdul dilansir Antara, Rabu, 17 April 2024.
Abdul pun mewanti-wanti, jangan sampai tren pelemahan nilai tukar rupiah saat ini diperparah dengan gejolak politik yang merugikan, sehingga dapat menyebabkan rupiah berpotensi merosot ke level yang lebih rendah.
Pelemahan nilai tukar rupiah di hari kerja pertama pasca-liburan Lebaran ini terjadi seiring dengan konflik Iran dan Israel serta sentimen penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Selamatkan Rupiah, BI Diprediksi Bakal Kerek Suku Bunga Acuan |
Rupiah menjauhi asumsi APBN
Merespons kondisi tersebut, Abdul juga mengingatkan rupiah pada saat ini semakin menjauhi asumsi APBN. Dalam asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024, pemerintah mematok nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000 per USD.Kondisi tersebut akan merugikan bisnis mengingat para pelaku ekonomi menjadikan asumsi APBN sebagai rujukan untuk merencanakan bisnisnya.
"Kalau itu semakin melemah, maka akan merugikan bisnis, khususnya bisnis yang terkait dengan lalu lintas negara, terutama impor bahan baku atau bahan modal yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat lewat peningkatan harga dalam negeri," jelas Abdul.
Diberitakan sebelumnya, BI melakukan sejumlah langkah penting untuk menjaga kestabilan rupiah usai libur Lebaran dan di tengah memanasnya konflik di Timur Tengah dan dinamika perkembangan perekonomian AS.
Salah satu langkah yang dilakukan yaitu menjaga keseimbangan supply-demand valuta asing (valas) di pasar (market) melalui triple intervention khususnya di spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
BI juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal masuk asing (capital inflow), seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost. Selain itu, BI akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah, Pertamina, dan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News