Mengutip data Bloomberg, Selasa, 27 September 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp15.155 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 25,5 poin atau setara 0,17 persen dari posisi Rp15.038 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp15.134 per USD hingga Rp15.155 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 6,25 persen.
Data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah terus-terusan babak belur. Rupiah bertengger di posisi Rp15.145 per USD, melemah 20 poin atau 0,13 persen dari Rp15.125 per USD.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Namun mata uang Garuda pada penutupan perdagangan hari ini diperkirakan masih melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.110 per USD hingga Rp15.150 per USD," jelasnya.
Pelemahan ini didorong oleh sentimen penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya setelah sikap hawkish Federal Reserve. Para pedagang meragukan keberlanjutan rencana ekonomi pemerintah Inggris yang baru.
Baca juga: Dolar AS Masih Unjuk Gigi saat Poundsterling Lanjutkan Pelemahan |
Kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi kian mengemuka setelah Federal Reserve mengerek suku bunga acuan di kisaran 3,00 persen sampai 3,25 persen.
"The Fed, dengan sinyal hawkish-nya, mengisyaratkan kenaikan suku bunga hingga 4,6 persen pada tahun depan. Hal ini semakin membebani ekonomi dunia tren suku bunga bakal mendorong AS ke dalam perlambatan pertumbuhan," papar Ibrahim.
Di sisi lain, pasar kaget terhadap langkah kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia (BI). Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, bank sentral menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, diikuti kenaikan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 3,50 persen, dan kenaikan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,00 persen.
Dengan keputusan ini, jelasnya, maka stance BI yang ahead the curve ingin menegaskan BI sejatinya sudah mengambil langkah setapak di depan (forward looking oriented) untuk melandaikan laju inflasi ke sasaran pada pertengahan 2023 sesuai targetnya dua sampai empat persen.
"Maka, kenaikan BI rate sebesar 50 bps ini memberikan isyarat BI benar-benar melakukan asesmen yang sangat hati-hati dan terukur dengan melihat perkembangan dinamika domestik (internal) dan internasional (eksternal), walaupun melanggar etika survei yang dibuat oleh para ekonom," pungkas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News