Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah utamanya disebabkan oleh perkasanya dolar AS dengan indeks yang 0,8 persen. Ini memperpanjang pemulihan mata uang Negeri Paman Sam tersebut ke sesi keempat secara berturut-turut karena investor memposisikan diri untuk kenaikan suku bunga.
"Kehati-hatian menjelang pertemuan Federal Reserve secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps). Tetapi pandangan The Fed tentang kebijakan moneter akan diawasi dengan ketat di tengah beberapa ekspektasi bank sentral yang akan melunakkan sikap hawkish-nya," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya, Selasa, 1 November 2022.
Respons pasar beragam atas kemungkinan kenaikan 50 bps oleh The Fed pada Desember, terutama di tengah ekspektasi suku bunga yang tinggi terhadap kemungkinan akan mengikis pertumbuhan ekonomi. Namun, suku bunga AS berada pada level tertinggi sejak krisis keuangan 2008, dan diperkirakan akan menjaga dolar AS tetap optimis dan emas dalam beberapa bulan mendatang.
Data manufaktur yang lebih lemah dari perkiraan dari Tiongkok, importir tembaga terbesar di dunia, menimbulkan kekhawatiran baru atas melambatnya permintaan di negara tersebut. "Wabah covid-19 baru di negara itu juga diperkirakan akan mengganggu aktivitas ekonomi, yang selanjutnya dapat membebani permintaan komoditas," jelasnya.
Dari dalam negeri, S&P Global melaporkan Purchasing Managers' Index(PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50 yang menunjukkan ekspansi.
"Hal ini menjadi kabar baik di tengah isu resesi dunia. Nilai tukar rupiah yang terpuruk dan Bank Indonesia (BI) yang terus mengerek suku bunga acuannya dalam tiga bulan beruntun sebesar 125 basis poin menjadi 4,75 persen," terang Ibrahim.
| Baca juga: Makin Tak Berdaya, Rupiah Ditutup Anjlok ke Rp15.628/USD |
Di saat suku bunga acuan naik, ekspansi dunia usaha terhambat lantaran suku bunga kredit, baik investasi maupun modal kerja, akan mengalami kenaikan. Menurutnya kenaikan tingkat keyakinan bisnis dalam kondisi tersebut memberikan harapan ekspansi sektor manufaktur akan terus berlanjut.
Di sisi lain Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami inflasi 1,66 sebesar persen pada Oktober 2022 (mtm). Kondisi ini membuat laju inflasi secara tahunan sudah menembus 5,71 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95 persen.
Berdasarkan ekspektasi pasar inflasi Oktober diperkirakan menembus 0,08 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Adapun inflasi Oktober jauh lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada September yakni 1,17 persen (mtm). Kemudian inflasi secara tahunan (yoy) menembus 5,95 persen atau stagnan dibandingkan pada September yang juga tercatat 5,95 persen.
"Penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan antara lain harga bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, solar, tarif kendaraan online. Namun laju inflasi di sebagian besar kota mulai melemah," papar Ibrahim.
Ibrahim memprediksi, rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif dan rupiah diprediksi ditutup masih melemah. "Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.600 per USD hingga Rp15.670 per USD," tutup Ibrahim.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id