Imbauan itu keluar dari mulut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu. Pernyataan itu didasari dari perkiraan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang ada di perbankan bisa mencapai Rp700 triliun. Namun sudah tepatkah imbauan tersebut?
Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini mengatakan imbauan tersebut kurang tepat jika diperuntukkan untuk semua masyarakat. Sebab, pasti ada alasan tertentu mereka menabung.
Ia menilai seharusnya pemerintah melihat demografi dari masyarakat yang menabung tersebut. Menurutnya hanya segelintir orang saja yang sengaja mengendapkan dananya di perbankan, sementara sisanya diperuntukkan untuk masa depan.
"Jadi perlu dilihat dari demografi orang yang menabung ini siapa. Mereka yang menabung itu juga bukan karena mereka kelebihan (dana) tapi karena untuk mempersiapkan nanti misalnya hari tua," ucapnya, kepada Medcom.id, Selasa, 5 April 2022.
Dirinya mempertanyakan seperti apa belanja yang dimaksud pemerintah. Menurutnya untuk kategori masyarakat kaya yang tidak mempunyai masalah keuangan, mungkin mereka memiliki ruang yang lebih luas untuk berbelanja mengikuti gaya hidup mereka. Tetapi, untuk masyarakat menengah ke bawah mereka harus tetap belanja sesuai dengan kebutuhannya.
Adapun cara mudah agar masyarakat berkontribusi dalam memacu roda perekonomian, Mike mengungkapkan, seperti dengan berbelanja produk-produk lokal. "Intinya kalau dari saya, untuk memutar perekonomian kita bisa membeli berbagai kebutuhan konsumsi mulai dari makanan, pakaian kesehatan, kebersihan kita bisa membeli merek lokal," ucapnya.
Lebih lanjut, Mike berpesan kepada masyarakat untuk tetap bijak dalam berbelanja. Jangan alasan memacu roda perekonomian menjadikan masyarakat boros. "Dalam hal berbelanja, kita juga tetap harus mengacu pada kebutuhan. Bukan berarti kita dengan alasan meningkatkan roda perekonomian kemudian kita belanja tanpa ada kebutuhannya kita beli," ucapnya.
Berikut tips mengelola keuangan tetapi bisa tetap berkontribusi kepada negara:
Alokasikan pendapatan
Pertama, yang harus dilakukan adalah hitung seluruh pendapatan, baik dari pendapatan suami dan istri, maupun pendapatan pribadi. Lalu anggarkan dana pengeluaran berdasarkan kebutuhan. "Metode yang paling mudah adalah kita menganggarkan berdasarkan persentase," ucapnya.Buat skala prioritas dalam pengeluaran
Kedua, buat skala prioritas dalam setiap pengeluaran yang dilakukan. Namun dalam poin ini, Mike tetap menyarankan prioritas utama masyarakat agar tetap menabung. Sebab, kenyataannya masyarakat menengah ke bawah itu 10-30 persen disiapkan untuk masa depannya."Prioritas pertama adalah menabung. Menabung itu tidak semuanya kok. Rata-rata orang itu hanya bisa menabung 10-30 persen (dari total pendapatan). Sisanya digunakan untuk living cost," jelasnya.
Buat klaster pengeluaran
Melanjutkan poin kedua, sisa dari pendapatan bisa diprioritaskan untuk konsumsi yang pastinya akan memberi kontribusi terhadap negara. Namun, ia menyarankan, untuk mengklasterkan setiap pengeluaran, seperti kebutuhan rumah tangga, kebutuhan harian, kebutuhan sekolah, dan sebagainya."70 persen itu besar sekali yang disumbangkan kepada negara ini. Untuk konsumsi ini. Konsumsi ini bukan hanya makanan tapi ada listrik, telepon, gas, kebersihan, keamanan, uang sekolah dan lain-lain," ujarnya.
Namun untuk idealnya, persentase pengelolaan keuangan yang baik adalah 30 persen untuk menabung, 50 persen untuk living cost, dan 20 persen mungkin untuk asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News