Ilustrasi. Foto: MI
Ilustrasi. Foto: MI

IHSG Raup Cuan saat Bursa Asia Melempem

Annisa ayu artanti • 08 Oktober 2024 17:19
Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup disaat bursa Asia lain melemah.
 
Mengacu data RTI, Selasa, 8 Oktober 2024, IHSG ditutup menguat 53 poin atau 0,71 persen menjadi 7.557,14.
 
Pada perdagangan hari ini IHSG sempat berada di posisi paling rendah di level 7.449,47. Kemudian bergerak ke level tertinggi harian di 7.592,88.
 
Sepanjang perdagangan sebanyak 74,15 miliar tercatat telah ditransaksikan dengan nilai Rp13,9 triliun.
 
Adapun jumlah saham emiten yang mengalami penguatan hingga sore ini sebanyak 261. Lalu saham emiten yang mengalami pelemahan dan stagnan, masing-masing sebanyak 290 dan 240 saham.
 
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) penguatan IHSG hari ini terdorong oleh penguatan tujuh sektor saham. Penguatan terbesar berasal dari sektor finansial yang anik 1,24 persen.
 
Sementara itu, pelemahan terdalam terjadi pada sektor material dasar yang terkontraksi 1,69 persen.
 
Jika melihat pergerakan bursa Asia, pergerakan penguatan IHSG ini berbanding terbalik. Tercatat, Nikkei 225 Index melemah satu persen, Hang Seng Index melemah 9,41 persen, dan Straits Times Indeks melemah 0,65 persen.
 
Baca juga: IHSG Ikuti Jejak Wall Street
 
“Bursa regional Asia kompak mengalami penurunan, pasar terbebani kenaikan dari imbal hasil imbal hasil obligasi Treasury Amerika Serikat (AS) 10 tahun yang naik di atas 4 persen, atau tertinggi sejak akhir Juli," sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia dalam kajiannya.
 
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa posisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode September sebesar 123,5, yang mengindikasikan bahwa IKK masih pada level optimis diatas 100, yang artinya keyakinan konsumen terhadap ekonomi dalam negeri tetap terjaga.
 
Bank Dunia dalam laporan edisi Oktober memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen pada 2024 dan 5,1 persen pada 2025.
 
Selain itu, juga menyatakan bahwa di antara negara-negara besar di kawasan Asia Timur dan Pasifik, hanya Indonesia mampu tumbuh di tahun 2024 dan 2025 pada atau di atas tingkat sebelum pandemi covid-19.
 
Dari mancanegara, kenaikan imbal hasil obligasi Treasury AS merupakan imbas dari memupusnya harapan akan pemangkasan suku bunga besar-besaran dari The Fed dalam beberapa bulan mendatang, setelah pernyataan dari Ketua Fed Jerome Powell yang menolak ekspektasi pemotongan suku bunga yang besar dan berkelanjutan.
 
Gubernur The Fed of St. Louis Alberto Musalem mengungkapkan lebih menyukai penurunan suku bunga yang dilakukan secara bertahap ke depan, sehingga kenaikan imbal hasil tersebut menekan pasar ekuitas secara global.
 
Selain itu, pelaku pasar masih terfokus ketegangan yang sedang berlangsung di Timur Tengah yang terus membebani pasar ekuitas yang sensitif terhadap risiko konflik tersebut.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan