"Kenaikan arus modal masuk juga menyusul adanya relaksasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa daerah, utamanya Jakarta dan daerah lainnya di Jawa-Bali," ungkap Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam rilis Analisis Makroekonomi, Senin, 20 September 2021.
Riefky menjelaskan, adanya kenaikan arus modal masuk menyiratkan bahwa kepercayaan investor mulai naik setelah bencana gelombang kedua covid-19 yang mencatatkan kematian hingga 1.000 angka per hari. Di sisi lain, kenaikan arus modal masuk turut berpengaruh terhadap penguatan nilai tukar terhadap USD pada tingkat Rp14.210.
Melihat ke aspek yang lain, lanjut dia, adanya rencana burden sharing selanjutnya antara Bank Indonesia (BI) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempengaruhi performa imbal hasil surat utang pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan tren penurunan imbal hasil untuk surat utang pemerintah jangka 10-tahun di awal September.
"Dalam skema saat ini, Bank Indonesia berperan sebagai pembeli utama, terutama untuk menutupi seluruh beban bunga pada tahun ini dan tahun depan di 2022," urainya.
Sementara itu, dengan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) yang didominasi bank sentral, perbankan hanya mampu dan harus bersaing dengan pihak lain untuk mendapatkan proporsi SBN yang relatif kecil. Akibatnya, mereka akan menggunakan likuiditasnya untuk menyalurkan kredit.
Meskipun penguatan rupiah hanya berlangsung sementara dengan tercatatnya depresiasi sebesar 1,44 persen year to date (ytd) pada minggu setelahnya, sebut Riefky, nilai tersebut masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara beberapa berkembang lainnya seperti Malaysia maupun Thailand yang masing-masing mencatatkan nilai depresiasi sebesar 3,73 persen (ytd) dan 10,40 persen (ytd).
"Di sisi lain beberapa negara mencatatkan penguatan nilai tukar, seperti Rusia dan Brasil, menyusul langkah agresif yang diambil bank sentral masing-masing dalam menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan tekanan inflasi (Rusia meningkatkan suku bunga acuan sebesar 2,25 persen dan Brasil sebesar 3,25 persen)," pungkas Riefky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News