Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto : Medcom.id.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto : Medcom.id.

BSPI 2025 Dorong Inovasi Sekaligus Mitigasi Risiko Digitalisasi Sistem Pembayaran

Husen Miftahudin • 11 November 2021 14:04
Jakarta: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyadari kehadiran digitalisasi sistem pembayaran memunculkan manfaat dan risiko secara bersamaan. Guna mendorong inovasi dan menekan risiko pada perkembangan digitalisasi sistem pembayaran, bank sentral pun telah meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
 
"Kami melakukan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran yang sudah kami lakukan sejak Mei 2019 atau 10 bulan sebelum pandemi covid-19 (melalui BSPI 2025), bagaimana digitalisasi sistem pembayaran dapat menavigasi integrasi ekonomi keuangan digital to straight right balance antara mendorong inovasi dan memitigasi risiko," ujar Perry dalam Opening Ceremony Bulan Fintech Nasional (BFN) dan Indonesia Fintech Summit 2021, Kamis, 11 November 2021.
 
Melalui BSPI 2025, Bank Indonesia menempuh tiga kebijakan digitalisasi sistem pembayaran. Pertama, membangun industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif.

Kedua, membangun infrastruktur sistem pembayaran yang terintegrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas secara aman dan andal. Ketiga, membangun praktik pasar yang sehat, efisien, wajar, bertata kelola, dan mampu mengelola risiko.
 
"Telah banyak yang kita capai. Terima kasih kami ucapkan dari Bank Indonesia kepada para industri sistem pembayaran, termasuk AFTECH (Asosiasi Fintech Indonesia), AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia), yang terus kita bersatu padu untuk mengintegrasikan ekonomi keuangan digital nasional," tuturnya.
 
Dijelaskan Perry bahwa digitalisasi merupakan kunci untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Lebih dari itu, sambung dia, digitalisasi juga sangat penting untuk meningkatkan inklusi ekonomi dan keuangan.
 
"Kita bersyukur di tengah pandemi, transaksi ekonomi dan keuangan digital meningkat sangat cepat, baik yang dilayani oleh perbankan digital/digital banking, oleh perusahaan-perusahaan jasa sistem pembayaran termasuk uang elektronik, maupun oleh e-commerce," urainya.
 
Di sisi lain, ia juga melihat pesatnya perkembangan financial technology (fintech). Selain di pembayaran, fintech juga berkembang cepat ke layanan urun dana (crowdfunding), layanan pinjam-meminjam (peer to peer lending), maupun di area-area yang lainnya.
 
"Disinilah ekosistem ekonomi keuangan digital perlu terus kita perkuat untuk negeri kita, meskipun di sisi yang lain juga juga harus sadar bahwa digitalisasi juga ada sejumlah risiko, shadow banking, perlindungan data pribadi, serangan siber, atau bahkan yang sekarang meresahkan masyarakat adalah pinjaman online ilegal. Tentu saja risiko-risiko ini harus kita mitigasi agar terus kita bisa meningkatkan manfaat dari digitalisasi tapi juga bisa mencegah risiko-risiko yang kemungkinan terjadi," pungkas Perry.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan