Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

DPD Diminta Koreksi Total Perihal Kerugian Negara terkait Kasus BLBI

Angga Bratadharma • 26 November 2021 11:05
Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) diminta melakukan koreksi total dengan memberikan masukkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal jumlah kerugian negara akibat pemberian fasilitas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hal itu penting guna menekan kerugian negara.
 
Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro mengatakan salah satu koreksi penting yakni terkait besarnya angka kerugian negara yang harus dikejar oleh Satgas Pemburu BLBI.
 
"Sangat tidak sepadan jika Satgas BLBI hanya mengejar Rp110 triliun dari para obligor BI atau para konglomerat penikmat fasilitas BLBI sejak 1997-1998," ujar Sasmito, di hadapan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 26 November 2021.

Kehadiran Sasmito di Gedung DPD RI atas permintaan DPD RI terkait penuntasan skandal BLBI yang merugikan negara sekian puluh tahun. Menurutnya kasus penyalahgunaan dana BLBI sejak BI menyalurkannya kepada 48 Bank di Indonesia saat itu nilainya Rp144,5 triliun.
 
Namun, setelah diaudit BPK pada zaman Pemerintahan BJ Habibie, dana BLBI yang rilnya jumlahnya sebesar Rp210 triliun. Hasil audit BPK ini menyimpulkan penggunaan dana BLBI telah diselewengkan dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp138,4 triliun.
 
"Patut diduga, dalam pemberian fasilitas dana BLBI yang tidak bisa dipertanggungjawabkan terindikasi korupsi yang seharusnya penyelesaiannya dapat dituntaskan oleh penegak hukum sesuai UU Tipikor," ujarnya, yang juga pengamat ekonomi keuangan negara.

Pola penyelesaian skandal BLBI

Dia mengatakan pola penyelesaian skandal BLBI ini memprioritaskan penanganannya berdasarkan besaran jumlah fasilitas BLBI yang diterima oleh para bankir obligor BLBI yang memanfaatkan situasi krisis moneter yang terjadi pada 1997-1998 lalu.
 
Sebab, akibat penyalahgunaan dana BLBI tersebut pemerintah terpaksa mengikuti arahan IMF dengan mengambil oper seluruh bank yang bangkrut. Namun kala itu, pemerintah tidak mempunyai cukup dana segar untuk memenuhi syarat dalam melakukan rekapitalisasi.
 
Adapun tujuan bank-bank yang direkapitalisasi agar bisa memenuhi syarat kecukupan modal senilai delapan persen dan sesuai ketentuan dari Bank for International Settlement  (BIS) yang berkedudukan di Bazel, Swiss. Lantaran tidak memiliki dana segar maka pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN).
 
SUN ini khusus untuk melakukan rekapitalisasi yang disebut obligasi rekapitalisasi pemerintah yang nilainya sebesar Rp430 triliun. Karena bentuknya obligasi maka pemerintah mempunyai kewajiban membayar bunga, dengan jumlah pembayaran bunga senilai Rp600 triliun.
 
Akibat kasus penyalahgunaan fasilitas BLBI tersebut, beban pemerintah keseluruhannya menjadi Rp1.030 triliun. Angka ini patut diduga semakin membesar jika pelunasannya tertunda atau pemerintah tidak melakukan terobosan kebijakan baru yang dapat disebut sebagai bagian revolusi keuangan negara.
 
Apalagi, selama 10 tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, mega skandal penyalahgunaan fasilitas BLBI tidak ditangani secara serius. Karena itu, dia berharap di era Pemerintahan Presiden Jokowi harus menunjukkan langkah nyata penegakan hukum kasus BLBI. "Dan mestinya patut didukung oleh DPD RI dalam tempo sesingkat-singkatnya," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan