baca juga: Sambut Endemi, Bank Papua Yakin Bisnis Membaik Lebih Cepat |
"Persiapan melengkapi dokumen persyaratan sudah dimulai sejak September 2023," kata Pemimpin Divisi Perencanaan Strategis Bank Papua Wastu Anggoro Wijonarko, di Manokwari, Papua Barat, dikutip dari Antara, Kamis, 14 Maret 2024.
Dia menjelaskan pemenuhan ketentuan tersebut diatur melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/SEOJK.03/2017 tentang Persyaratan Bank Umum untuk Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing.
Syarat menjadi bank devisa meliputi volume usaha harus mencapai jumlah tertentu, kemampuan memobilisasi dana, kesehatan bank, infrastruktur, dan kompetensi SDM bank berpengalaman dalam valuta asing.
Menurut dia, pertimbangan Bank Papua menjadi bank devisa dilatarbelakangi permintaan dari pemerintah pusat melalui Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
Hal tersebut merujuk pada arah kebijakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2030 terkait perluasan sasaran ekspor impor ke sejumlah negara.
"Sehingga tidak lagi ke Jakarta, tapi langsung dari Papua ke negara tujuan. Dengan begitu, keuntungan yang diperoleh Papua lebih besar," ujar dia.
Dia menuturkan upaya menjadi bank devisa telah mendapat persetujuan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) 2024 yang kemudian harus diikuti dengan kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur.
Manajemen Bank Papua terus mengoptimalkan pemetaan terhadap seluruh potensi bisnis sekaligus menambah jumlah mitra kerja sama dalam bidang ekspor impor pada masa mendatang.
"Pastinya Bank Papua membutuhkan kerja sama kemitraan dengan pelaku ekspor impor yang selama ini sudah aktif," ujar Wastu Anggoro.
Kinerja Bank Papua
Selama 2023, kata dia lagi, kinerja Bank Papua tumbuh positif dibandingkan periode 2022 yang tercermin dari capaian nilai aset, penyaluran kredit, realisasi dana pihak ketiga (DPK), dan perolehan laba bersih.Aset Bank Papua 2023 mengalami pertumbuhan 8,26 persen menjadi Rp32,2 triliun dibanding 2022 yang hanya mencapai Rp29,8 triliun.
Kemudian, penyaluran kredit 2023 mencapai Rp19,5 triliun yang didominasi kredit konsumsi sebanyak Rp10,9 triliun atau 55,7 persen dari total kredit. Total penyaluran kredit tumbuh 7,9 persen dibanding 2022 yang mencapai Rp18,1 miliar.
Dia menyebutkan total DPK yang dihimpun selama 2023 mencapai Rp25,6 triliun atau tumbuh 6,15 persen dibanding 2022 yang mencapai Rp24,1 triliun.
Selain itu, kata dia lagi, rasio kredit bermasalah (NPL) masih di bawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh regulator dengan capaian NPL gross 2023 sebesar 2,41 persen dan untuk NPL neto 0,69 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News