Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI

BI Ditaksir Tahan Suku Bunga

Annisa ayu artanti • 17 Juli 2024 12:12
Jakarta: Bank Indonesia diproyeksikan menahan suku bunga BI Rate tetap di level 6,25 persen, di tengah ketidakpastian global dan inflasi domestik yang terkendali.
 
"Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan kembali mempertahankan BI Rate tetap di level 6,25 persen mempertimbangkan ketidakpastian global dan domestik yang sedang berlangsung, meskipun indikator-indikator ekonomi Amerika Serikat menunjukkan pelemahan," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dilansir Antara, Rabu, 17 Juli 2024.
 
Sementara di dalam negeri, tingkat inflasi Indonesia cenderung terkendali karena peningkatan pasokan pangan setelah musim panen raya.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) secara tahunan menurun menjadi 2,51 persen year on year (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 2,84 persen (yoy).
 
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat surplus, meskipun menyempit, sehingga mendorong berlanjutnya defisit neraca transaksi berjalan (CAD) meskipun masih dalam level yang terkendali. Faktor-faktor itu berkontribusi pada stabilitas ekonomi.
 
Baca juga: Pengusaha Ngarep BI Tahan Kenaikan Suku Bunga

Risko ketidakpastian keberlanjutan fiskal

Namun, risiko-risiko muncul dari meningkatnya ketidakpastian mengenai keberlanjutan fiskal, yang berasal dari perbedaan pendapat mengenai utang publik dan defisit fiskal.
 
Hal itu menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya twin deficit, dengan melebarnya defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal. Isu-isu tersebut memicu sentimen risk off, yang berpotensi membatasi aliran modal masuk dan memengaruhi stabilitas rupiah.
 
Secara global, indikator-indikator ekonomi AS baru-baru ini mengonfirmasi perlambatan ekonomi AS, dengan sektor manufaktur dan jasa yang mengalami kontraksi, disinflasi yang terus berlanjut, dan pasar tenaga kerja yang melemah.
 
Namun, ketidakpastian global juga cenderung meningkat, terutama terkait dengan kondisi politik di Zona Euro dan AS. Perubahan kepemimpinan di Inggris dan Perancis telah membuat investor lebih berhati-hati karena mereka menilai kembali potensi dampak dari kebijakan ekonomi baru di pasar keuangan, terutama pasar obligasi.
 
Selain itu, upaya penembakan terhadap Trump telah meningkatkan peluangnya untuk memenangkan pemilu AS yang akan datang, meningkatkan ketidakpastian pasar karena kemungkinan kebijakannya seperti kebijakan perdagangan yang restriktif dan pemotongan pajak yang diusulkan, yang dapat meningkatkan inflasi.
 
Secara keseluruhan, sentimen risk-off meningkat, dan permintaan terhadap aset-aset safe-haven menguat, membatasi pelemahan indeks dolar AS di tengah melemahnya data ekonomi AS.
 
"Kami memperkirakan bahwa arah kebijakan moneter BI di masa depan terkait BI-Rate akan sangat bergantung pada perkembangan kondisi ekonomi dan politik global, terutama di AS," ujar Josua.

Antisipasi penurunan FFR

Meskipun pasar saat ini mengantisipasi dua kali penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada 2024, mulai dari September, ia tetap berpandangan The Fed hanya akan menurunkan FFR satu kali, yakni di kuartal IV-2024.
 
Fed diperkirakan akan data dependent, dan juga mempertimbangkan aspek-aspek yang lebih luas dari ekonomi AS, termasuk implikasi dari dinamika politik domestik di tengah pemilihan umum tahun ini.
 
Josua masih melihat peluang penurunan BI-Rate akan muncul ketika The Fed memulai penurunan FFR.
 
"Oleh karena itu, kami tetap mengantisipasi BI akan mempertahankan BI Rate di level 6,25 persen hingga akhir 2024 dan ruang penurunan suku bunga BI diperkirakan akan lebih terbuka pada kuartal I-2025," tutur dia.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan